sharing is caring

((SHARE)) PEMBENGKAKAN GINJAL DAN PERJALANAN SAYA BERSAMA SPESIALIS UROLOGI



Hidronefrosis? Apa itu? Yap, ia adalah sebuah kondisi dimana ginjal mengalami pembengkakan. Seperti yang sedang saya alami di tahun ini.

AWAL CERITA
Hidronefrosis yang saya derita tidak memiliki gejala sakit sedikitpun, hingga saya tak sadar sedang mengalami pembengkakan ginjal, sampai ... perut kanan bawah tiba-tiba terasa sakit banget. Sampai berjalan pun tidak bisa. Curiga mengalami usus buntu, hari itu juga saya pergi ke RS Hermina Pasteur, dan langsung menuju ke dokter spesialis penyakit dalam.

Setelah antrian saya tiba, saya dipanggil masuk dan bertemulah dengan dr. Adam Iskandar, Sp.PD. Kemudian saya ceritakan kronologisnya, dan beliau memeriksa perut kanan bawah saya dengan menekan-nekannya. Dan saat ditekan, sakitnya luar biasa, Dokter mengatakan, saya bisa saja terkena usus buntu kronis. Tapi untuk tindakan selanjutnya, saya disuruh untuk melakukan tes darah, urine, dan USG bagian perut bawah.

Sambil menunggu hasil tes darah dan urine, saya bergegas lagi menuju laboratorium Radiologi untuk melakukan USG perut. Dari sinilah semua permasalahan itu mulai terkuak. Dokter Radiologi yang sedang memriksa saya dengan alat rontgen-nya, tiba-tiba tersentak kaget ketika melihat ginjal kiri saya. Sambil terkaget-kaget, dia berkata, "loh, ini kok ginjalnya bengkak besar banget??? ini udah stadium 2-3!" gitu katanya. Lah dokternya aja kaget, apalagi saya? Huhuhu. Sambil masih terkaget-kaget, beliau menjelaskan kalau ginjal bengkak seperti ini bisa disebabkan oleh dua hal, yakni adanya batu dan penyempitan saluran ureter.

Beliau langsung menyuruh saya untuk melakukan foto rontgen dengan biaya gratis jika beliau tidak menemukan penyebab ginjal saya yang membengkak. Aduh, dokter baik banget, batin saya. Saya langsung disuruh memasuki ruangan sebelah yang merupakan ruangan foto rontgen. Alat foto rontgen nya berupa meja kotak yang terbuat dari kaca, lalu di atasnya ada semacam alat yang sangat besar untuk menangkap gambar. Kemudian saya pun disuruh untuk mengganti baju dengan baju berwarna hijau dari lab. Proses foto pun berjalan cepat, kita hanya disuruh ambil nafas, menghembuskannya sedikit, dan menahannya selama beberapa detik. Lalu alat akan mengambil gambarnya.

Selesai foto, hasilnya sudah bisa langsung dilihat. Di depan ruangan foto, dokter Radiologi dan para asistennya sedang mengerumuni layar komputer yang menunjukkan hasil rontgen saya. Dan kata dokter, ia tidak menemukan ada batu ginjal, namun ia sendiri tidak yakin 100%, karena perut saya saat itu penuh dengan kotoran yang menghalangi dokter dalam membaca hasil foto. Memang sebelum foto, kita diharuskan untuk puasa dulu semalam sebelumnya. Namun karena ini mendadak banget, jadi memang hasilnya kurang valid. Jadilah rontgen tadi biayanya gratis, padahal sepertinya bisa habis jutaan tuh, xixixi.

Apapun yang terjadi, sebagai dokter Radiologi, beliau sudah menjalankan tugasnya dengan sangat baik, sampai menyuruh saya untuk rontgen gratis. Thanks dokter, you're the best. Beliau bilang, semua hasil dari rontgen dan tes darah serta urine, biar dokter penyakit dalam yang menyimpulkan. Begitu katanya.

Saya bawalah semua hasil lab tersebut ke dr. Adam, setelah membaca hasil lab,beliau menjelaskan panjang lebar yang saya hanya setengah mengerti saja, hikshiks, yang pada intinya hari itu juga saya disuruh rawat inap untuk tindak lanjut ginjal yang membengkak, serta perawatan yang akan melibatkan tiga ((TIGA)) dokter spesialis, yakni penyakit dalam, kandungan, dan urologi. Lalu bagaimana dengan usus buntu saya? Dari hasil USG, ternyata tidak ditemukan usus buntu, jadi sakit perut saya tadi entahlah disebabkan karena apa.

Berhubung saya tidak bisa se-mendadak ini untuk melakukan rawat inap, akhirnya saya menolak menyetujuinya.Ya gimana tidak, saya kan harus pulang dulu, cerita ke keluarga saya, memperiakan baju dan kelengkapan lainnya. Akhirnya hari itu saya pulang dan membawa hasil tes lab sekaligus. Saya berencana pindah ke RS Hermina Arcamanik yang lebih dekat dengan rumah. Intinya mencari opsi kedua, apakah benar memang se-urgent itu hingga harus rawat inap?


TINDAKAN
(1) Konsultasi Dokter Spesialis Urologi
Di RS Hermina Arcamanik, saya mengawali konsultasi dengan dr. Yeny Tanoyo, Sp.PD. Beliau mengatakan sakit perut kanan bawah saya mungkin merupakan alarm tubuh bahwa ada yang tidak beres. Dan memang benar adanya, hehehe. dr. Yeny merujuk saya ke dr. Stephen Kuswanto, Sp.U (alias suaminya, wkwkwk), yakni dokter spesialis yang khusus menangani penyakit kemih.

Keesokannya saya konsul ke dr. Stephen, dan setelah membaca hasil rontgen saya, memang benar ginjal saya sudah mengalami pembengkakan yang sangat besar, lalu beliau menyuruh saya untuk melakukan CT-SCAN.

(2) CT-SCAN
 Sebelum CT-SCAN, saya diharuskan untuk puasa malam sebelumnya, dan hanya boleh minum air putih. Tak hanya puasa, saya juga harus minum obat pencahar Dulcolax yang waktu minumnya sudah ditentukan oleh petugas di bagian Radiologi rumah sakit. Obatnya ada dua macam, obat minum dan obat suppository (yang dimasukkan lewat dubur). Efeknya sungguh dahsyat, BAB bisa sampe 7-8 kali, hahaha. Tujuannya memang untuk membersihkan perut yaa, agar terlihat jelas saat difoto nanti.

Tiba waktunya untuk CT-SCAN, dan saya diharuskan mengganti pakaian dengan pakaian hijau rumah sakit, lalu berbaring di sebuah alat yang sangat besar. Alatnya berbentuk donat raksasa. Seperti di film-film gitu rasanya, haha. Cara kerjanya, nanti dari alat donat raksasa itu akan mengeluarkan bunyi instruksi seperti "tarik nafas", "hembuskan", dan "tahan". Dan tempat tidur yang kita baringi akan berjalan maju mundur di antara donat. Wah saya deg-degan banget, karena alatnya besar banget, takut kenapa-kenapa, macet di tengah jalan apa gimana. Huhu. Saya disuruh memejamkan mata oleh petugas selama pemeriksaan berlangsung. Tapi saya bisa merasakan, di dalam alat donat itu banyak sinar garis-garis berwarna merah (infared mungkin ya). Dan  mesin raksasa yang berputar. Wah ngeri pokoknya, mending tutup mata aja deh. Untungnya saya masih bisa mendengar dan memahami instruksi dari mesin, karena suaranya itu kuecil banget. Huft. Bagi anda yang belum pernah CT-SCAN (jangan sampai lah ya) sebelum anda bingung dan bertanya-tanya, saya jelaskan ya. Intinya anda berbaring di tempat tidur, kemudian tempat tidur itu akan bergerak masuk ke alat donat raksasa. Pejamkan mata anda, di dalam donat, akan ada suara instruksi mesin: "tarik nafas", "buang", "tahan". Dan ini menahan nafasnya lamaa sekalii, beberapa detik gitu, sampai saya hampir ga kuat. Jangan buang nafas sebelum ada instruksi "buang nafas..". Begitu yaah.

(3) OBAT
Hasil CT-SCAN keluar sekitar 3 hari setelahnya. Dan hasilnya menunjukkan memang ada pembengkakan ginjal kiri stadium 2-3, diikuti dengan adanya batu berukuran kurang dari 5 mm. Hasil tersebut saya bawa ke dr. Stephen, dan akhirnya dilakukan tindakan rawat jalan dan saya diresepkan obat bernama Urief Silodosin 4mg. Obat ini diminum 2x1 hari, ia memiliki efek relaksasi di saluran ureter, sehingga batu yang menyangkut diharapkan bisa keluar bersama urin. Kata dokter, sebenarnya saya boleh memilih mau melakukan prosedur rawat jalan (minum obat) atau mau langsung operasi. Namun dokter menjelaskan, kalau sesuai prosedurnya, tindakan pertama untuk pasien dengan kasus saya ini adalah melakukan rawat jalan dulu, baru jika tidak berhasil, dilakukan tindakan operatif. Dan baiklah, saya ikut prosedur saja.


FYI, harga obat ini di apotek Kimia Farma adalah Rp87000 per butir (Mei 2019). Di RS saya dijual jauh lebih mahal, bisa selisih hampir 300.000 sekali resep. Jadi saya sarankan harga di apotek KF itu sebagai acuan jika mau membeli obat ini.

(4) TINDAKAN OPERASI I (April 2019)
Selama satu bulan minum obat, tidak ada sedikitpun batu yang keluar bersama urin. Akhirnya pun, saya harus menjalani operasi (endoskopi), yakni dengan tindakan memasukkan kamera kecil ke dalam saluran kencing, dan jika ada batu maka akan dilaser oleh dokter.

Pra-operasi, saya diwajibkan untuk menjalani tes urin dan tes darah yang lebih lengkap. Dan seminggu kemudian, akhirnya saya menjalani operasi selama kurang lebih dua jam, dengan dibius total.

TERNYATA, hasil dari operasi selama 2 jam tsb adalah, dr. Stephen menemukan penyempitan saluran ureter di sekitar 1/3 pajang ureter dari bawah, yang menyebabkan kamera tidak bisa melewatinya. Saluran yang menyempit tersebut sempat berdarah karena kamera berusaha menerobos, namun dokter tidak bisa memaksakan masuk, jadi akhirnya harus dipasang DJ Stent (istilah awamnya selang) yang ukurannya memang lebih kecil dari kamera. DJ Stent yang berbentuk selang panjang terpasang dari ginjal hingga kandung kemih. Harapannya, pemasangan stent tersebut dapat memicu pelebaran saluran ureter.

dr. Stephen sempat melakukan biopsi (pengambilan sample daging) yang sangat kecil pada saluran yang menyempit tersebut, dan hasil biopsi adalah terjadi infeksi. Jadi saluran tersebut pernah mengalami infeksi (yang entah kapan dan bagaimana terjadinya) sehingga ketika sembuh ia menjadi sempit. Sedih amat yaa. Saat saya bertanya apa penyebab infeksi, dr. Stephen tak bisa menjawab. Asumsi saya, kemungkinan infeksi yang terjadi karena pasca operasi kista yang dulu (tahun 2011) mungkin ya? Jadi ada malpraktek? Hmm, belum bisa dipastikan juga sih. Tapi saya jadi curiga itu sih.

DJ Stent dipasang selama 2-3 bulan, dan selanjutnya di bulan Juni saya diharuskan operasi lagi untuk melepas stent tersebut. Diharapkan di operasi yang kedua nantinya, saluran sudah agak melebar. Aamiin.

(5) TINDAKAN OPERASI II (Juni 2019)
Operasi kedua ini adalah operasi yang dijadwalkan untuk pencabutan DJ Stent, dan memasukkan kembali kamera ke dalam saluran untuk melihat akar masalah dari penyakit ini. Operasi yang dilakukan saat ini lebih cepat dari operasi sebelumnya. Kata suami sih sekitar 1 jam sudah selesai. Hasil dari operasi kedua adalah bahwa saluran saya sudah lebih melebar, sehingga dokter bisa memasukkan kameranya sampai ke ginjal. HASILNYA, tidak ditemukan batu sama sekali disana, bersih, murni karena penyempitan saluran saja. dr. Stephen kemudian melakukan biopsi yang kedua kalinya dari daging saluran yang menyempit itu, dengan sample yang lebih besar dari sebelumnya. Diharapkan lab akan bisa membaca lebih detail. NAMUN, hasilnya tetap sama, yakni infeksi. Well, saya dan dokter cuma bisa bingung saja, infeksi ini berasal darimana. Huhu.

Di operasi kedua ini dr. Stephen memasang DJ Stent kembali, karena ureter saya masih tergolong sempit walaupun sudah lebih lebar daripada sebelumnya. So, saya masih harus melakukan operasi lagi kelak. Hiks.

Saya pun memenuhi jadwal komtrol pasca operasi (seminggu setelahnya). Banyak hal di kepala yang ingin saya tanyakan ke dr. Stephen. Yang pertama kali ingin saya ketahui adalah, penyusutan ginjal saya sudah sebesar apa. Akhirnya beliau melakukan USG dengan alat pribadinya (mungkin kalo saya ga nanya, belio ga USG saya kali yaah wkwk). Hasil dari USG dengan membandingkan kondisi ginjal saya sebelum pemasangan DJ Stent adalah mengalami penyusutan HANYA sebesar 20-30% saja. WHAT?! Jadi perjuangan selama ini hanya menghasilkan penyusutan tak sampai 1/3 nya. Sedih banget saya, rasanya kepengen nangis. Kata dr. Stephen, ini memang membutuhkan waktu yang lama. Terus saya bertanya, "selama apa dok??" "yaah, mungkin 6 bulan-an bu" gitu. Nah dari obrolan itu, akhirnya dr. Stephen inisiatif untuk memundurkan jadwal operasi yang ke-3 yang harusnya bulan Agustus, menjadi bulan September. Harapannya agar ginjal diberi kesempatan untuk menyusut lebih lama. Katanya, jika nanti setelah operasi kondisinya masih belum baik, saya akan dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, RS Santosa.

Beberapa yang harus dilakukan selama pemasangan DJ Stent adalah minum air putih yang banyak, dilarang menahan kencing (karena dikhawatirkan air kencing akan kembali naik ke atas akibat pemasangan stent), dan sebisa mungkin jangan hamil dulu. Hiks. Sedih? Banget.

(6) TINDAKAN OPERASI III (September 2019)
Operasi yang ketiga ini tergolong sangat cepat, bahkan menurut saya gak sampai 5 menit saja prosesnya. Kalau proses dari awal kita masuk ruang operasi, bius, dll ya lebih dari 1 jam. Tapi proses inti operasinya itu gak sampai 5 menit kayanya. Operasi ketiga ini tindakannya hanya cabut selang tanpa dimasukkan kamera lagi, karena sepertinya dokternya yakin, "secara teori, dengan pemasangan selang ini saluran pasti akan melebar bu". Jujur saya sebagai orang awam sih kurang lega, sebenarnya apa salahnya ya diintip lagi pakai kamera. Apa mungkin itu menambah biaya dan waktu, sementara pasien dokter banyak dan saya memakai BPJS. Wallahualam. Khusnudzon aja deh.

Pada operasi ketiga ini saya hanya diberikan bius lokal saja, alias masih sadar. Wah jangan ditanya, rasanya urat malu saya udah ptus! HAHA. Selain dokternya cowo, beberapa perawat yang membantu juga ada yang cowo. Yasudahlah, semoga Allah mengampuni dan memaklumi saya. Aamiinn. Pemulihan dengan bius lokal lebih cepat daripada bius total. Saya hanya menginap semalam saja di RS, dan diberi obat-obatan anti mual. Karena salah satu efek samping pasca bius adalah pusing dan mual.

Saya diharuskan kontrol seminggu pasca operasi. Saat kontrol, saya menanyakan bagaimana tindakan selanjutnya. Dokter menyarankan 3 bulan lagi untuk USG ginjal. Begitu. Jadi sekian yang bisa saya ceritakan. Story akan terus di-update ya, nanti setelah USG akan saya update kembali.

(7) USG GINJAL I (Desember 2019)
Bulan Desember 2019, tepat 3 bulan pasca pencabutan DJ Stent, saya memenuhi jadwal kontrol ke dr. Stephen untuk melakukan USG ginjal. Berdasarkan hasil USG, Alhamdulillah ginjal kiri sudah mengalami penyusutan yang banyak. Hasilnya sangat membaik dibandingkan dengan  sebelumnya. Bisa dilihat dari foto before after di bawah.



Hasil bacaan juga menuliskan kalau hidronefrosis sudah menunjukkan perbaikan. Setelah membaca hasil USG, saya optimis telah sembuh dan perjalanan saya keluar masuk RS juga akan segera berakhir. Udah sok pede ini konsul terakhir ke urologi. Nyatanya... dr. Stephen berkata kalau peluang ureter untuk menyempit bisa terjadi lagi, jadi kondisi saya masih dalam observasi, dan diharuskan kontrol lagi 4-5 bulan berikutnya. Wah saya langsung lemes lho, ga nyangka ternyata masih bisa menyempit lagi. Kata belio, sebenarnya kalau mau permanen bisa dengan tindakan operasi pemotongan saluran, jadi saluran yang menyempit tadi dibuang. Cuman itu susah dan sakit, resikonya juga tinggi, jadi kalau bisa dihindari.

Jadi ya entah nanti bagaimana perkembangannya, apakah kelak saya akan memakai DJ Stent setiap beberapa tahun sekali? Wallahualam. Saya serahkan semua sama Allah SWT, yang penting sebagai manusia saya sudah berikhtiar, dan sisanya tawakkal saja.:D

Anyway, thanks to dr. Stephen & team atas kerja kerasnya selama ini. Terimakasih telah menjadi perpanjangan tangan Tuhan atas kesembuhan saya, Tuhan Berkati. :)

(8) USG GINJAL II (Juni 2020)
Dikarenakan wabah Covid-19, saya baru memberanikan diri untuk kontrol pada bulan Juni, ketika new normal sudah mulai dijalankan. Kontrol saat itu untuk meminta surat pengantar USG Ginjal dari dr. Stephen. Selang 1 minggu, hasil USG sudah saya terima dan saya konsulkan ke beliau. Hasilnya adalah....ginjal sudah lebih mengecil lagi dari USG bulan Desember. Kalau ukuran normal ginjal adalah 8-9 cm, punya saya 7 cm, bisa dilihat di gambar yang ditandain garis hijau. Sedih ya, sedih lho.. mengetahui kenyataan salah satu organ tubuh kita sudah "tidak normal" lagi. :'). Ya tapi mau gimana lagi. Ini juga sudah bersyukur, ada perbaikan yang sangat bagus bila dibandingkan kondisi ginjal saya pertama kali yang bengkak parah.



Cuman yang saya agak curiga adalah di gambar USG, ureter atas nya bengkak lagi, lebih bengkak dari sebelumnya. Saya sempet kepikiran apa ada penyempitan lagi. Tapi beliau bilang, kalau misal bengkak lagi pasti ginjalnya juga bengkak, tapi ini enggak, ginjalnya bagus. Namun dr. Stephen tetap mewanti-wanti kalau bisa ada peluang menyempit lagi, dan setelah saya bertanya bagaimana selanjutnya, beliau memberi 3 opsi. Pertama, dipasang DJ Stent permanen yang diganti setiap 6 bulan sekali. Kedua, dilakukan observasi lagi dengan cara memasang DJ Stent biasa seperti kemarin dan setelah 4 bulan dikaji ulang. Ketiga, dirujuk ke RS Santosa, RS besar di Bandung dengan peralatan yang lebih lengkap. Dari awal memang saya sudah kepikiran, jangan-jangan saya bakal memakai DJ Stent seumur hidup? 

Akhirnya saya memutuskan untuk minta dirujuk saja ke RS Santosa, ke dr. Tomy namanya. Dengan pertimbangan, saya ingin mencoba opsi lain seperti apa. Jadi nanti saya memiliki lebih banyak opsi yang tinggal memilih salah satu yang paling cocok dan nyaman buat saya. Bismillah. 

(8) KONSULTASI DOKTER SPESIALIS UROLOGI - RS SANTOSA (Agustus 2020)
Bulan Agustus 2020 saya baru memberanikan diri untuk melanjutkan perawatan dengan melakukan konsultasi ke dr. Tomy Muhamad Seno Utomo, Sp.U., di RS Santosa Bandung Central. RS nya terletak di belakang Stasiun Bandung. Saya baru bisa ke RS saat weekend karena suatu alasan, dan Alhamdulillah-nya beliau bisa mengakomodir nya, padahal jadwal praktek beliau di hari Sabtu adalah by appointment, saya pikir khusus tindakan pasien lama, ternyata pasien baru seperti saya pun bisa. Alhamdulillah terima kasih pak dokter.

Penjelasan dr. Tomy sungguh gamblang dan menenangkan. Berdasarkan hasil tindakan saya sebelumnya, beliau menyarankan pada saya untuk melakukan CT Scan dengan kontras. Tujuannya untuk mencari tahu letak penyempitan tepatnya berada di saluran sebelah mana dan sepanjang apa. Jika penyempitan tersebut hanya pendek, maka akan dilakukan tindakan pemotongan saluran yang menyempit itu. Jika penyempitan tersebut ternyata panjang, maka akan dipasang DJ Stent permanen dan nanti akan terus dievaluasi. FYI, DJ Stent ini ternyata ada yang usianya 1 tahun, dan ada yang 2 tahun.

Berhubung di RS Santosa, alat CT Scan nya sedang dalam maintenance, akhirnya saya harus mencari RS lain yang memiliki fasilitas CT Scan, tentunya yang harganya juga bersahabat. Oke, jadi sekian update dari saya, sampe bertemu lagi.

(9) CT SCAN UROGRAPHY 64 SLICES DENGAN KONTRAS (Agustus 2020)
Seminggu setelahnya saya berpetualang sendirian mencari RS yang menyediakan CT Scan 64 Slices yang dimaksud. Saya mencoba ke RS Borromeus yang katanya harga pemeriksaan CT Scan-nya berkisar 4,2juta (masih lebih murah dari RS Hermina yang waktu itu 5 jutaan tanpa kontras), namun ternyata saya kurang beruntung, alat CT Scan di RS Borromeus juga rusak. Sang teknisi menyarankan saya mencoba ke RS Advent atau RS Immanuel.

Sebelum beranjak, saya mencoba memastikan dengan menelepon RS Advent untuk ketersediaan alat CT Scan. Dan Alhamdulillah ternyata alatnya berfungsi, dan bisa mengakomodir CT Scan Urography 64 Slices Kontras. Kenapa RS Advent? Tidak ada alasan khusus, hanya karena jarak saja, deket dari RS Borromeus di Dago. RS Advent letaknya ada di Cihampelas. Sore yang mendung dan gerimis itu saya lalui dengan naik motor tanpa jas hujan. Perjuangan deh pokoknya.

Sesampainya di RS Advent, saya langsung ke bagian Radiologi dan menyodorkan Rujukan CT Scan dari RS Santosa. Oleh teknisi CT Scan, diberi penjelasan yang ramah, bahwa sebelum melakukan CT Scan ini pasien harus melakukan tes darah berupa kadar Ureum, Creatinin, Hemoglobin, karena nanti cairan kontras akan dimasukkan melalui infus ke dalam pembuluh darah, jadi kondisi darah nya harus normal. Beliau juga menginformasikan tarif CT Scan-nya, yaitu sekitar 3,8 juta. WOW, murah cuuyy :D, tau gitu dari dulu saya CT Scan disini aja ya Hahaha.

Berhubung saya ingin memakai asuransi, maka saya harus memulai prosedur ini diawali di bagian pendaftaran. Setelah melewati berbagai drama (iya drama per-asuransi-an, yang panjang ceritanya, tapi ga usah diceritakan wkwk), akhirnya saya putuskan tes darah menggunakan uang pribadi saja, toh cuma Rp 145.000 saja. Sedangkan nanti CT Scan akan menggunakan asuransi, yang TERNYATAH limit saya tinggal 600-ribuan saja pemirsah. Hahaha. *Saatnya dana darurat beraksi*

Tes darah berlangsung cepat tanpa antri sama sekali (efek musim Covid, pasien berkurang banyak), dan hasil bisa diambil 2 jam kemudian. Namun saya putuskan untuk diambil keesokan harinya saja sembari pendaftaran untuk CT Scan. Karena hari sudah menunjukkan pukul 3 sore. Lelah men!

---

Besoknya saya kembali ke RS Advent, mengambil hasil tes darah dan Alhamdulillah hasilnya normal semua. Yang saya takutkan dari dulu Creatinin. Kalau Creatinin tinggi berarti kerja ginjal nya bermasalah. Untungnya tidak. Sehabis dari lab, saya langsung menuju pendaftaran untuk mendaftarkan CT Scan menggunakan klaim biaya asuransi, sudah habiskan sajalah itu 600rb! Next mau pakai BPJS saja untuk perawatan selanjutnya, sampai limit terisi kembali.

Dari loket pendaftaran, saya langsung menuju ke bagian Radiologi untuk penjadwalan CT Scan. Sehari sebelum CT Scan, saya diharuskan berpuasa (hanya boleh makan bubur nasi kecap sampai jam 8 malam), kemudian diberi resep Castor Oil 1 ml, Disflatyl 2 tablet, dan Dulcolax supositoria 1 buah. Wah busyet deh efek obat yang sekarang lebih DAHSYAT daripada obat yang dulu diresepkan di Hermina. Saya baru kali ini minum castor oil, rasanya super thick banget banget, dan itu harus diminum semua sebanyak lebih dari 5sdm. Hueh. Nggak sampai 2 jam, perut udah langsung mules-mules sampai tengah malam, bener-bener dahsyat dikuras abis ama nih oil, bisa gitu ya, mungkin ususnya jadi licin kena minyak ya, jd langsung terjun bebas tuh kotoran,haha. Obat terakhir Dulcolax udah gak mempan saking udah ga ada lagi yang dikuras. Castor oil diminum jam 8 malem btw, dan Dulcolax dipakai jam 5 subuh. Dan pas pagi itu rasanya badan lemes abis saking kosongnya perut ga ada isinya, cuma boleh minum air putih. Buat sholat aja ga kuat, saya sampai harus sholat sambil duduk saking lemesnya badan ga ada energi. Pokonya trauma lah minum Castor Oil T_T

Pas udah sampe di RS, petugas CT Scan-nya ternyata beda lagi, bukan bapak-bapak yang kemarin. Terus beliau menjelaskan dengan ramah prosedur CT Scan, terdengar bertele-tele meskipun mungkin sebernya penting, cuma saya nya aja yang udah lemes ga bisa konsen sama sekali beliau ngomong apa. Yang jelas, saya disuruh memastikan ke dr. Tomy atau ke RS Santosa, bahwa hasil CT Scan dari RS Advent sudah sepengetahuan mereka, karena ditakutkan hasilnya tidak sesuai harapan dr. Tomy, karena beda rumah sakit.

Sebelum CT Scan saya diharuskan minum air putih banyak, saya habiskan lah 2 botol, rasanya super begah. Pokoknya CT Scan yang sekarang rasanya aduhai, dan saya sadar memang ini prosedur yang harus dilewati agar hasilnya maksimal. Setelah terasa kepengen pipis, barulah CT Scan ini dimulai. Tangan saya dipasang infus, kemudian berbaring di alat donat raksasa itu (lagi) dan teknisi mengetes fungsi alatnya. CT Scan di sini menurut saya lebih oke punya, selain petugas yang lihai dan ramah, instruksi untuk "tahan nafas" dan "buang nafas" nya sangat jelas dan tidak terlalu lama sampai hampir kehabisan napas.

Setelah mengecek alat, barulah "cairan kontras" ini dimasukkan lewat infus. Kata beliau, cairan kontras ini merupakan cairan iodine yang baru dan sudah anti alergi, jadi inshaa Allah aman. Yang saya rasakan ketika cairan kontras masuk ke pembuluh darah, ada rasa panas di lidah dan perut bawah, wow cepet sekali, padahal baru 1 detik cairannya masuk. Dan hal itu normal kata beliau. Namun rasa panas itu hanya sesaat, ga sampai 1 menit, udah ga merasakan apa-apa. Dan seperti biasa saya menjalani pemeriksaan, dengan 3x prosedur menahan nafas. Total durasi pemeriksaan adalah 15-20 menit, dan dalam keadaan nahan pipis yang dahsyat, efek minum air putih 2 botol sekaligus. Oh ya, saat infrared nya menyala, wow seluruh tubuh rasanya panas, dan pahit, tapi cuman sebentar saja, dan saat penyinaran yang pertama saja. Penyinaran kedua dan ketiga sudah tidak terasa apa-apa. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan dalam hidup ini ya. Hahaha.

(10) KONSULTASI TERAKHIR & EVALUASI BERKALA (Sept 2020)
Memasuki bulan September, saya melakukan konsul kedua kalinya ke dr. Tomy. Saya bawa hasil CT Scan terbaru sekalian dengan hasil tes lainnya saya bawa lengkap kap. Kali ini saya memakai asuransi BPJS. Dikarenakan RS Santosa (SHBC) merupakan RS kelas B, maka rujukan harus diurus dari Faskes 1 (Puskesmas), lalu dibawa ke Faskes 2 (RS Hermina Arcamanik), baru bisa ke RS Santosa. Pokonya harus sabar dan telaten.

dr. Tomy membaca hasil CT Scan saya, dan hasilnya beliau memutuskan untuk tidak jadi operasi, dan akan dievaluasi secara berkala setiap 6 bulan atau 1 tahun. Jadi setiap 6 bulan atau 1 tahun, saya diharuskan melakukan CT Scan Kontras untuk keperluan evaluasi. Saya udah kebayang dong gimana tersiksanya melakukan persiapan CT Scan Kontras, hiks.

Mengapa evaluasi saja dan tidak perlu operasi? dr. Tomy mengatakan, kalau ginjal kiri saya masih berfungsi, meskipun sudah menurun 50% bahkan lebih. Operasi pemotongan saluran tidak akan membuat ginjal kembali seperti semula, ginjal akan tetap berbentuk seperti yang terakhir. Selain itu, operasi pemotongan saluran memiliki resiko yang banyak, salah satunya adalah memiliki peluang kebocoran. Bagaimana jika saluran ureter menyempit kembali, oleh karena itulah diperlukan evaluasi berkala. Sehingga bisa menentukan tindakan selanjutnya akan seperti apa. 

Di tengah-tengah kepanikan dan kesedihan menjalani pengobatan selama setahun lebih ini, saya masih sangat bersyukur memiliki ginjal kanan yang masih sehat dan sempurna. Alhamdulillah. Sehingga bisa membantu kinerja ginjal kiri, dan akan saya jaga baik-baik kesehatan si ginjal kanan dengan gaya hidup sehat dan minum air putih yang cukup. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua. Aamiinn. Terimakasih untuk para pembaca yang telah mampir ke blog saya. Bagi para pembaca yang mengalami nasib sama seperti saya, tenanglah Anda tidak sendiri :). Teruslah berjuang dan berdoa untuk kesembuhan kita. Dan Allah tidak akan menguji manusia di luar batas kemampuannya. :)



Story akan terus di-update. 




27 comments on "((SHARE)) PEMBENGKAKAN GINJAL DAN PERJALANAN SAYA BERSAMA SPESIALIS UROLOGI"
  1. Alhamdulillah baca2 ini sambil nunggu antrian dipanggil dokter. Jadi gak kerasa lama nunggunya.

    Rencana mau lepas dj-stent. Klo kata mbak yg jaga klo pake BPJS biusnya lokal dan msh kerasa. Klo gak pake bpjs bius total biayanya 2jt... bener gak sih mbak??

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, terimakasih sudah mampir di blog saya mas :D
      Iya bener, saya kemarin pas lepas dj stent juga bius lokal. Kerasa ada alat masuk gitu ya, haha, tapi nggak sakit sama sekali kan mas? Kalo masalah biaya saya ga terlalu hafal mas.. hehe.

      Kalo boleh tau masnya kenapa pakai dj stent? Kasusnya sama kah seperti saya ada infeksi?

      Delete
    2. aku sakitnya minta ampun mbak.. mugkn karena beda ya bentuk saluran kencing cowok sama cewek...

      aku kena batu ureter mbak..ada batu hitam segede butiran pasir yg terjebak gak bisa keluar di saluran ureter. jadinya terjadi pembengkakan ginjal

      Delete
  2. Alhamdulillah saya jadi tahu banyak setelah baca ini. Maaf mau bertanya sebelumnya, saya rada was was karena minggu ini saya ditelpon dari pihak rumah sakit untuk operasi DJ Stent. Apakah setelah pemasangan operasi DJ Stent ditubuh ada efek sampingnya ya? Trima kasih.

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku 2x dipasang DJ stent. ginjal kiri dan kanan. yg sy alami kencing berdarah, terasa nyeri di pinggang waktu kencing, agak kesulitan nahan kencing. setelah DJ stent dilepas semua efek itu hilang dan normal lagi.

      Delete
    2. Oalah oke, trimakasi infonya. Itu pemasangannya masnya berapa hari atau minggu? Berati kalau yg pakai BPJS dibius lokal ya mas?

      Delete
    3. sepertinya tergantung kasus ya mas. Kalau di saya karena tidak ada batu & murni penyempitan, jadi saat pemasangan maupun setelah pemasangan tidak merasakan apa-apa. Tapi setelah di USG, ginjal memang nampak kempes.

      Delete
    4. hallo mbak.. saya thn 2018 psang dj stend juga, karna awal ada batu dan penyempitan ureter setelah berjalan 2 thn ini aman batu tidak ada tetapi di ureter saya menyempit kembali ginjal jdi hydronefrosis..dan saat ini dr Tomy Seno msh evaluasi dgn kbat, andai msh blom berhasil dgn pasang dj stend permanen lagi 😔, punya mbak Lala ini kasusnya sama dan mirip sekali dengan saya mbak hehe..saya oengen bgt bisa ngobrol bnyak sama mbak kalo boleh bisa kontak saya mbak gehe

      Delete
  3. Trm ksh atas sharing pengalamannya. Saya sedang menunggu anak saya yang sedang dirawat karena Hidronefrosis berat di RS Dr Soetomo Surabaya. Bulan 27 Agutus 2020 kmrn operasi pemasangan DJ Stent dengan membuat saluran baru dari Ginjal kiri dan senin tgl 5 Oktober 2020 pelepasan DJ stent. 2 hari Pasca operasi demam tinggi dan skg dirawat di RS yang sama. Setelah USG kemarin ternyata ginjal kiri masih besar sekali dan dan dinyatakan masih hidronefrosis berat. Skg masih evaluasi dan menunggu tindakan selanjutnya. Terima kasih atas sharingnya...Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan pada kita semua!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Trus sekrang gimana perkembangannya bu anakny apakah ginjal kirinya sudah kembli normal lgi to gimana??

      Delete
  4. Alhmddalh. ..
    Tpi saya allah berkehendak lain hrus psang dj stent permanen setiap 6 bulan diganti lebih parah nya harus kedua ginjal saya....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo mb/mas salam kenal boleh share pengalamannya kenapa pakai dj stent terus stadium berapa pembengkakan ginjalnya?

      Delete
  5. Subhanallah, mb aku juga mengalami yg mb alami sekarang, aku udh 4x ganti selang dj stent walau udh melakukan ct scan yg menyiksa itu, qadarallah blm diketahui juga penyebab sempitnya saluran kemih ini dan fyi aku juga mantan penderita kista yg udh 2x dioperasi mb 😢😢 (kista yg mengalami perlengketan bahkan ususku udh saling melekat gak bisa dibebaskan😭) udh capek sbenernya operasi ganti selang tapi cuma itu jalan keluarnya karena penyempitannya msh terus berlangsung, blm lagi efek biusnya buat gak nyaman sampe sebulan, semoga ikhtiar kita bernilai pahala dan sakit kita bernilai ampunan dosa ya mb, tetep semangat untuk mu dan untukku juga mb..

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah , coba search mengenai yang saya alami saat ini , ketemu juga dengan blog mbak Laura . Terima kasih banyak atas sharingnya sangat menambah pengetahuan bagi saya dan menambah semangat lagi ternyata teman2 seperjuangan seperti ini ada.
    Semoga teman2 yg mengalami ini lekas diberi kesembuhan oleh Allah Swt ... Aamiin

    Mohon maaf saya belum bisa share karena ini hari pertama saya baru pulang ke rumah pasca operasi dari rumah sakit.

    Ijin bertanya mba laura , untuk konsumsi makanan sehari2 apa ada treatment khusus selama proses penyembuhan ini ? Terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. ya allah ...andai bisa share and care lewat group di WA dgn teman2 pejuang ureter ini, karna saya juga lagi obaervasi utk pemasangan dj stend kembali, di thn 2018 sdh terpasang slma 3 bulan, dan jali ini penyempitan kembali dr Tommy menyarankan psang permanen 1 thn, smoga ikhtiar ku ini allah ksh jalan penyembuhannya

      Delete
  7. Hai mbak apa kabar dengan evaluasi hidronefrosisnya? Apakah sudah membaik?
    Qodarullah saya dikasih sakit yg sm seperti mbaknya penyempitan uretra yg tidak diketahui penyebabnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi Kak...
      Bagaimana solusi dari dokternya untuk penyempitan uretranya? Pemasangan DJ stent atau bagaimana?

      Saya juga penyempitan uretra.. dan akan menjalani pemasangan stent ulang beberapa hari lagi.

      Delete
  8. Kak Laura, terima kasih sudah sharing. Semoga selalu membaik dan dilindungi Tuhan.
    Kak saya ingin tanya, adakah pantangan makanan untuk pasien riwayat hidronefrosis dan sempat ada batunya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya bantu jawab ya kak...
      Setelah di rujuk ke dokter penyakit dalam, ada beberapa makanan yg di pantang bergantung dari jenis batunya. Karena ada batu ginjal karena asam urat, kolesterol, dll.

      Jadi harus menjaga makanan yg tinggi purin (asam urat), mengurangi protein dari daging merah, perbanyak makan sayuran rendah purin, dan makan banyak buah2an.

      Rutin cek darah agar kadar asam urat dan kolesterolnya terkontrol.

      Semoga membantu ya kak.

      Delete
  9. Terima kasih atas sharingnya kak. Cerita pengalamannya membantu saya sekali. Perjalanan awal dikarenakan batu ginjal 2cm lebih. Setelah DJ Stent di lepas 2 minggu lalu, rasanya senang sekali... pikir saya sedikit lagi saya sembuh. Sungguh melelahkan berobat bolak balik ke dokter urology dan kamar operasi beberapa bulan ini. Dan hari ini dikecewakan karena ginjal bengkak kembali dikarenakan penyempitan. Dokter tidak menyarankan potong dan sambung... Tapi pemasangan DJ Stent. Mudah2n saluran bisa melebar, tapi kalau tidak bisa, harus permanen. ��... Sedih dan kecewa. Ternyata ada teman2 lain yang seperjuangan...
    Saya tidak nyaman dengan DJ stent di tubuh, mobilitas terganggu, kencing berdarah dan sakit di bagian stentnya trauma saya... Dan beberapa hari lagi dijadwalkan pemasangan kembali dengan 3 bulan dipantau kembali.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kak mau tanya kok setelah pengambilan batu ginjal malah terjadi penyempitan ureter karena apa kak?
      Bukanya hidronefrosis jika penyumbatan sudah diatasi bisa sembuh (kempes)

      Delete
  10. Hasil USG abdomen saya ukuran ginjal kanan dalam batas normal dan kemungkinan sedikit pembengkakan. Rencana Sabtu jadwl Konsul dr urologi.. sedikit deg deg an.. btw thx atas sharing ceritany..

    ReplyDelete
  11. Halo mba, makasih banyak udah sharing sedetail ini.. sekarang bagaimana kondisinya, apakah sudah sehat?

    Saya kebetulan akan dijadwalkan pelepasan dj stent. Dokter memberi sy kebebasan untuk pilih bius lokal, spinal, atau sedasi full. Kalau bius lokal itu di bagian bawah saja, kan ya? Kira-kira sakit banget nggak ya, apa lebih baik pilih sedasi full saja? Karena saya sudah pernah bius spinal itu sakit bgt..

    ReplyDelete
  12. Sangat sangat membantu informasi di blog ini dan komentar dari Blogger lain.

    Suami saya juga ada penyempitan saluran ureter, ditangani oleh dr Stephen juga. Tadinya mau pasang DJ stent tp kata dokter ga bisa nembus ke ureter nya. Skrg mau dirujuk ke rs Santosa Kopo.

    Bagaimana rasanya setelah pasang DJ stent apakah sangat mengganggu keseharian?

    ReplyDelete
  13. Terimakasih atas sharingnya. Saya sharing sedikit, ayah saya mengalami hal yang sama. Juni 2019 ayah saya mengalami demam tinggi yg menurut dokter di rs santo yusup disebabkan oleh sepsis karena bakteri. Setelah dilakukan hasil ct scan, ditemukan bahwa terdapat nanah dan cairan di sekitaran ginjal kanan. Prosedur yg dilakukan adalah operasi dengan membedah perut. Dokter yg saat itu menangani adalah dokter spesialis bedah digestif, dokter urologi dan dokter penyakit dalam. Nanah dan cairan di sekitaran ginjal dikeluarkan, lalu dipasang dj stent untuk membantu mengeluarkan sisa sisa cairan di ginjal. Setelah itu ayah saya kontrol selama 2 bulan, lalu pada bulan Agustus 2019 dokter mencabut stent dan ayah saya sembuh seperti sedia kala. Kekhawatiran saya muncul lagi karena pada Juni 2022, ayah saya mengalami hidronefrosis, dokter kembali melakukan pemasangan dj stent dan ayah saya sehat seperti sedia kala. Bulan Oktober ini akan dilakukan prosedur pencabutan dj stent, dan yg saya khawatirkan setelah membaca tulisan anda adalah ayah saya harus berulang memakai dj stent kembali ke depannya. Semoga sehat dan semangat para pejuang dj stent. Bagi kita yg sehat semoga konsisten menjalankan pola hidup sehat dan dijauhkan dari segala penyakit.

    ReplyDelete
  14. Halo kak laura dan teman2, terimakasih sekali sharing informasinya. Saya juga memiliki pengalaman yg sama dan ingin sharing lebih lanjut, apakah berkenan kalo kita saling ngobrol melalui wa grup kah? Makasih semua

    ReplyDelete
  15. Kak,aq jg pasien penyempitan saluran kencing,,Yg mau saya tanyakan ke sesama pasien di sini apakah mempunyai keluhan yg sama dengan saya,,yaitu enjakulasi saat HB suami istri menjadi tidak terasa,plus tidak keluar ciaran sperma ,,

    ReplyDelete

EMOTICON
Klik the button below to show emoticons and the its code
Hide Emoticon
Show Emoticon
:D
 
:)
 
:h
 
:a
 
:e
 
:f
 
:p
 
:v
 
:i
 
:j
 
:k
 
:(
 
:c
 
:n
 
:z
 
:g
 
:q
 
:r
 
:s
:t
 
:o
 
:x
 
:w
 
:m
 
:y
 
:b
 
:1
 
:2
 
:3
 
:4
 
:5
:6
 
:7
 
:8
 
:9

PERJALANAN INVESTASI : DARI TABUNGAN BERJANGKA HINGGA SAHAM

Waw baca judulnya kayak iye banget ya? Hahaha. Tulisan ini hanya menceritakan pengalaman, bukan rekomendasi. Keputusan investasi semua berad...

Post Signature

Post Signature