sharing is caring

FAMILY ROAD TRIP TO YOGYAKARTA


Akhirnya kesampaian juga liburan di tengah kesibukan kerjaan dan drama kantor. Hahaha. Liburan itu penting loh guys, buat refresh otak dan hati dari rutinitas sehari-hari yang itu-itu saja. Minimal, minimal loh yaaa, setahun sekali bareng keluarga, atau sama temen. Tapi kalo bagi saya sama keluarga, buat semakin mempererat  kebersamaan. Kalo sama temen jatohnya sunnah. Itupun kalo ada temennya, kalo ada duitnya, kalo ada waktunya, dan kalo gak digandoli sama suami dan anak. Duh susah ya jadi emak-emak.

Kenapa Yogyakarta?
Oke, jadi kali ini kami memilih Yogyakarta sebagai destinasi wisata kami. Sebenernya sih lebih karena Yogya merupakan salah satu destinasi wisata yang menarik di Indonesia, banyak yang bisa di-explore, dipelajari, dan kota yang menurut saya ramah wisatawan dengan harga yang terjangkau. Jarak Bandung-Yogya juga ga seberapa ya kan, bisa pakai moda transportasi apapun. Kali ini kami sengaja mau pakai mobil pribadi aja, biar enak kemana-mana, ga rempong, karena kami bawa toddler yang bisa mendadak cranky dimana saja. Wkwkwk. Dan kalau pakai mobil sendiri itu kita bisa nge-setting sendiri mau kemana, mau sampai jam berapa.

Persiapan
Dua minggu sebelum keberangkatan saya sudah booking 3 hotel yang berbeda. Karena rencananya kami akan stay 4D3N di sana. Hotel ditentukan sesuai dengan lokasi wisata yang ingin kita kunjungi. Jadi sebelum book hotel, kita susun itinerary dulu selama 4 hari disana mau ngapain dan kemana aja. Kalo udah, baru cari hotel yang dekat dengan wisata kita.

Seminggu sebelum keberangkatan, saya sekeluarga rutin minum multivitamin (kami minum Sambucol Family) dan makan yang bener, biar sehat terus sampai hari H. Karena kalau udah sakit pas mau liburan itu..wahh merusak mood banget deh, ga enak segala-galanya. Makanya saya paling concern masalah kesehatan keluarga kalo pas mau liburan. Gimana caranya jangan sampe ada yang sakit. Karena dulu pernah juga road trip ke Jawa Timur, kondisi anak lagi flu. Dan itu jadi kacau deh segala-gala, ga enak mood pokonya.

Persiapan lainnya ya standard sih barang bawaan seperti baju, camilan buat di jalan, kamera, stroller, dan sedikit oleh-oleh buat saudara di Magelang. Oh ya kami juga memasang kasur angin di jok belakang, biar anak bisa tidur pulas, sekalian bawa bantal, selimut, dan boneka kesayangan. Haha, mantab khan.

ITINERARY
DAY 1
Perjalanan Bandung-Yogyakarta
Berangkat dari rumah Bandung hari Sabtu pagi sekitar pukul 06.30, beli oleh-oleh sebentar, dan cuss kita masuk gerbang tol via Buah Batu. Jangan lupa isi e-toll ya guys, saya isi Rp600.000, nanti akan saya runut detail pengeluaran tolnya. Di tengah jalan di sekitar tol Cipali, mobil sempat mengalami masalah, tiba-tiba setir bergetar hebat saat digas dengan kecepatan 100-120 km/h. Suami langsung badmood dan stress, akhirnya kita melipir dulu ke service center di Cirebon, KM 190-an. Sampai di service center pukul 11.00, setelah dicek ternyata mobil harus di spooring & balancing. Waduh, kesalahan nih, belom ngecek kesehatan mobil. Haha. Akhirnya kita harus menunggu sampai jam 12 baru kelar deh. Jadi buat yang mau liburan road trip, jangan lupa cek kesehatan mobilnya ya!

Selesai servis, karena udah waktunya makan siang, akhirnya kita berhenti di Sop Ayam Pak Min Klaten, untung sejalur dengan arah ke gerbang tol. Dan Alhamdulillah anak saya mau makan, cucok banget deh Sop Pak Min, sayang di Bandung ga ada. Selesai makan, jam 1 siang kita lanjutkan perjalanan, dan sampai di gerbang tol Bawen sekitar jam 4 sore. Saya keluar gerbang tol Bawen karena ikut Google maps aja, soalnya destinasi wisata pertama kita mau ke candi Borobudur.

Detail biaya tol (nominal dibulatkan):
Buah Batu-Kalihurip        : Rp60.000
Cikampek-Palimanan       : Rp102.000
Palimanan-Kalikangkung : Rp215.000
Banyumanik-Bawen         : Rp44.000
Total                                  : Rp421.000 (kurang lebih)

Homestay Anugrah Borobudur
















Sampai di homestay sekitar jam 7 malam. Kita menginap di Homestay Anugrah, ga sampai 2 km ke pintu masuk candi Borobudur, karena rencananya kita mau ikut tour Borobudur Sunrise. Homestay ini enak banget, nyaman, berasa di rumah, daerah sekelilingnya juga enak, luas, ada Indomaret, ATM, dan pedagang kaki lima kalau mau beli makan tinggal jalan kaki. Malam itu kami jajan bakmi goreng dan nasi goreng, murmer buanget cuma 15ribuan porsinya buanyak banget dan rasanya ga usah ditanyaa!!

Oh ya, homestay ini kami book yang kelas Ekonomi 1 via Traveloka, harganya Rp188.000 saja. Fasilitasnya sarapan, amenities lengkap, air panas di termos, kopi teh gula, air putih, cuma dia pakai kipas angin yah, bukan AC. Tapi its okey kok. Tempatnya juga bersih banget, rapih. Recomended buat yang mau wisata ke Borobudur dengan harga terjangkau.

DAY 2
Wisata Borobudur Sunrise
Kami berangkat jam 03.45 menuju Manohara Resto untuk beli tiket Borobudur Sunrise. Sengaja emang, pengen ke Borobudur subuh-subuh, menghindari panas dan keramaian pengunjung, biar bisa puas foto-foto dengan menikmati udara segar. *tim anti panas-panas club. Dan saya juga bawa toddler, bisa kebayang capenya jagain toddler sambil panas-panas. Duh nyerah deh.

Harga tiket Borobudur Sunrise untuk wisatawan domestik adalah Rp350.000 udah include sarapan. Untuk tutorial Borobudur Sunrise ada disini ya. Kita naik candi pukul 04.30 setelah solat Subuh. Rasanya gimana gitu, menapaki tangga candi Borobudur dengan kegelapan di subuh, wah ga bisa dibayangin dengan kata-kata pokonya. Sampai di stupa paling atas, sudah banyak turis disana, kebanyakan didominasi oleh turis asing. Turis lokalnya cuma bisa dihitung dengan jari, haha, saya jadi berasa wisata ke luar negeri.
Dan ternyata hari itu kami semua lagi ga hoki, karena sunrise nya ga keliatan, langitnya mendung. Tiba-tiba udah terang aja langit. Akhirnya yaudah kami poto-poto di sekitar candi, mumpum sepi pengunjungnya, dan cahayanya pas bagus. Turun dari candi sekitar pukul 06.30, kami menuju Manohara Resto dan sarapan disana. Sarapannya enak banget khas hotel bintang 4.

Kelar sarapan, kami berjalan-jalan mengelilingi area taman di sekitar candi. Enak banget suasananya, area tamannya luas, aspalnya bagus, pemandangan hijau, dan ternyata juga ada penangkaran gajah dan rusa. Anak saya suka sekali melihat gajah, dan memberi makan rusa. Rusanya jinak sekali, dikasih makan rumput langsung mau. Wkwkwkw.
Puas jalan-jalan mengelilingi area Borobudur, kami cuss balik ke homestay. FYI, area parkir untuk wisatawan Borobudur Sunrise ini sangat luas dan tidak terlalu padat, jadi enak banget, karena pintu masuknya juga berbeda dengan pintu masuk yang reguler. Jadi mungkin areanya khusus ya, pas kami keluar gerbang juga santai, tanpa antri dan bayar, langsung aja keluar gitu. Kemudian saat kami melewati gate reguler, woaahhh di dalamnya padat sekali, banyak bus-bus wisata dan mobil serta orang jualan gitu, semacam chaos. Jadi bayar mahal untuk Borobudur Sunrise menurut saya worth it yah dengan fasilitas seperti ini.

Hotel Satoria
Kelar check-out dari homestay, kami lanjutkan perjalanan menuju Yogyakarta karena destinasi selanjutnya adalah candi Prambanan. Sebelum ke Prambanan, kami check-in dulu ke hotel Satoria, yang letaknya tidak jauh dari candi Prambanan, sekitar 11 km tapi ngga macet yah. Hotel bintang 4 yang meraih Award Top Choice of Agoda Travelers 2018 ini sedang di-diskon gede banget dengan rate 200ribuan. Murah khaann. Padahal rate aslinya bisa 1 jutaan, lumayan pas ada promo di Agoda jadi langsung cuss booking. FYI setelah proses booking ketambahan biaya pajak dll jadi 400ribuan, tapi ngga papa, masih sangat worth it untuk hotel mewah sekelas Satoria ini. Kami pesen kamar tipe Superior King Room. Kamarnya nyaman, yah standard bintang 4 lah ya. Kasur gede empuk, ada sofa panjang, amenities lengkap, kulkas, safe deposit box, hair dryer, kopi teh gula, air mineral, electric kettle, dan TV.

Candi Prambanan
Setelah gogoleran sebentar di kamar dan makan siang via Gofood, jam 2 siang kami berangkat menuju Candi Prambanan. Perjalanan hotel Satoria ke Prambanan hanya memakan waktu sekitar 20 menit saja. Sampai disana, parkirannya sangat luas dan lega, jadi ngga usah khawatir ga kebagian parkir. Sebelum beli tiket masuk, kami solat Ashar dulu supaya lega nanti ye kan jadi bisa explore sepuasnya kalo udah sholat. Tiket masuk ke Candi Prambanan (Sept 2019) adalah Rp50.000 untuk wisatawan domestik dewasa. Anak saya gratis karena masih di bawah 3 tahun. Oh ya, jangan lupa bawa stroller ya kalau anaknya masih toddler dan anda malas menggendong, soalnya area Candi Prambanan ini luas banget, tapi stroller friendly.
Kami menghabiskan waktu sampai jam 17.30 di candi ini. Karena secantik ituh, seluas ituh, dan senyaman ituh buat wisatawan. Dan memang sengaja menunggu sunset untuk pepotoan. Wah keren banget sunsetnya, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pokoknya klo wisata ke candi, saran saya pagi-pagi sekali, atau sore sekalian sampai sunset. Dapet nyamannya, dapet udara segernya, dapet viewnya, dapet foto kerennya.
Berjalan menuju pintu keluar, kita disuguhi dengan berbagai toko oleh-oleh khas Jogja. Mulai dari batik, baju bertema Prambanan, gantungan kunci, magnet kulkas, aksesoris, tas, alat musik, hiasan dinding, dan banyakk lagi macamnya, harganya juga murmer abiss. Gantungan kunci cuma seribuan. Kami belanja baju, gantungan kunci, dan alat musik buat mainan anak. Overall, candi Prambanan ini sangat-sangat layak dan recomended buat dikunjungi. Terutama di sore hari, karena sunsetnya sebagus itu, matahari ada di balik candi dengan sinar mega merah yang sangat indah. Aduh, saya gagal move on!

DAY 3
Taman Tebing Breksi
Keesokan harinya, kami berencana ke Tebing Breksi pagi-pagi sekali. Kami berangkat jam 6 pagi dari hotel, tujuannya cuma satu, supaya gak panas-panasan disana. *tim anti panas-panas club. Lokasi tebing Breksi dekat juga dengan candi Prambanan. Tiket masuk (parkir) Rp15.000 (Sept 2019). Jalan menuju tebing Breksi ini cukup menanjak ya guys, jadi harus pakai gigi rendah. Makanya sebenernya enakan kesana pagi-pagi banget, biar jalanan sepi, karena kalo nanjak dan rame itu yaah menakutkan, hehe.
Hari itu Senin pagi, dan pengunjungnya cuma kami, jadi bisa puas pepotoan, serasa tebing Breksi hanya milik kami. HAHAHA. Tebing Breksi ini merupakan area bekas penambangan, dan disulap jadi tempat wisata yang oke. Di spot pertama ada kolam ikan, ikannya banyak banget, anak saya suka sekali ngasih makan ikan. Namun ada yang membuat kami sangat sedih, kolam ikan satunya yang ada di balik batu, banyak sampah plastik dan tutup botol air mineral, padahal disitu banyak ikannya. Rasanya kontras gitu, ingin marah sama wisatawan yang ga punya hati, bisa-bisanya buang sampah di kolam. Sedih banget loh guys, klo kalian jadi wisatawan please jaga dan sayangi tempat wisata dan makhluk yang hidup di sekitarnya.

Puas bermain di kolam ikan, kami naik ke atas tebing, lumayan cape juga karena tinggi banget untuk sampe ke atas. Di atas banyak sekali spot foto yang bagus meskipun agak alay. Spot foto yang dibuat-buat gitu seperti outdoor photo studio lengkap dengan propertinya, seperti angel wings, sepeda, kursi, pintu langit, dll. Kebayang kan yah. Jadi yang pepotoan disini dapet view langit yang keren, seperti foto di atas awan. Gitu. Selebihnya sih ya cuma tebing biasa.

Setelah kurang lebih 1 jam kami explore dan pepotoan di tebing Breksi, kami pun kembali pulang ke hotel untuk sarapan, packing, dan check out. Sarapannya enak banget, mirip seperti di Manohara, sarapan khas hotel bintang 4. Pokonya hotel Satoria ini recomended buat yang mau wisata ke candi-candi di Yogya dan tebing Breksi.

Tempo del Gelato Prawirotaman
Setelah check out, kami melanjutkan perjalanan ke pusat kota Yogyakarta. Berhubung siang itu sangat panas, kami mendinginkan diri dengan makan es krim di Tempo del Gelato, daerah Prawirotaman. Es krimnya enak banget, untuk small cup harganya Rp20.000 dengan 2 macam varian rasa yang bisa dipilih. Small cup bagi saya sudah lebih dari cukup sih, karena isinya lumayan banyak. Oh ya, untuk yang bawa mobil, bisa parkir di seberang kedai ini ya, ada keterangannya kok "tempat parkir pengunjung Tempo del Gelato" gitu. Soalnya pas pertama kesana kami bingung, jalannya sempit dan seperti tidak ada parkiran mobil. Tapi ternyata ada, maju dikit di seberangnya.

Keliling Area Keraton dengan Becak Motor
Kelar makan es krim, sambil menunggu waktu check-in hotel selanjutnya, kami memutuskan untuk jalan-jalan keliling area keraton naik becak motor. Saat kami parkir di dekat pintu masuk keraton ada kang becak yang menawarkan diri untuk mengantarkan kami keliling area sekitar keraton sekalian kalau mau beli oleh-oleh, gitu katanya, harganya cukup Rp20.000 saja. Ya sudah, langsung kami iyakan. dan kami pun diantar dengan destinasi pertama adalah toko oleh-oleh Bakpia 99. Kami beli 3 box bakpia yang masih hangat.Destinasi kedua adalah toko kaos khas Jogja yang menurut si kang becak, ilustrasinya merupakan karya asli abdi dalem keraton. Yasudah kami pun menurut beli kaos buat anak dan ayahnya. Harganya lumayan juga, kaos anak 50ribuan, kaos dewasa 85ribuan ke atas. Kalo menurut saya malah desainnya standard aja sih, bahan kaosnya tapi lumayan bagus. Its okey, lumayan buat kenang-kenangan dari Jogja.
Destinasi ketiga adalah toko lukisan gitu, karya lukisan para abdi dalem. Lukisannya lebih ke budaya-budaya gitu, ada asmaul husna juga sih. Akhirnya kita cuma lihat-lihat saja sambil mendengar penjelasan pemilik toko. Dan selesailah perjalanan bersama kang becak. Kita berhenti di dekat alun-alun utara, disini ada penjual batik pinggir jalan, saya beli 1 batik untuk anak saya, harganya Rp35.000. Pas liat cocok langsung gercep beli, takut ga ketemu lagi yang cocok, dan siang itu panass bangett jadi musti cepet. Kelar beli batik, kami sholat dulu di Masjid Gedhe Kauman, masjid kesultanan Yogya yang arsitekturnya 'jawa' banget. Selesai sholat, kami naik dokar menuju parkiran mobil tadi. Karena itu tengah hari banget, dan rasanya udah ga kuat lagi buat jalan kaki ke parkiran, yaudah kita putuskan naik dokar sekalian pengalaman baru buat anak. Tarif dokar adalah Rp50.000, padahal deket. Yasudahlah ya, wkwkwk.

YATS Colony
Jam 14.30 kami tiba di hotel selanjutnya, YATS Colony. Hotel bintang 3 yang ngehits banget di Jogja, yang mana tamu-tamunya kadang berasal dari artis ibukota. Meskipun bintang 3, tapi hotel ini rate harganya agak mahal juga. Kami booking tipe RA Room, yang pool view lantai 2, dengan rate Rp735.000 (udah sama diskon di Booking.com) per malam. Meskipun mahal, tapi hotel ini keren bangeettss arsitekturnya, perkawinan seni kontemporer dan budaya lokal Jawa. Jadinya ya gitu deh, memanjakan mata banget, meskipun areanya kecil tapi nyaman dan homy abis. Kamarnya didesain sedemikian rupa, perintilannya pun juga aduh ciamik dan cantik, ngga seperti hotel standar gitu, dan dia less plastics loh. Tidak menggunakan air mineral botolan, tapi lebih memilih botol dan gelas kaca serta bisa diisi ulang di dispenser yang disediakan di luar kamar. Keren kan. Tidak disiapkan kopi teh gula di kamar, tapi disiapkan di luar dekat dispenser dengan memakai toples gitu, jadi tamu bisa ngeteh atau ngopi sepuasnya. Ini hal sepele, tapi bagi saya menyentuh. Amenities pun lebih lengkap daripada hotel bintang 4 sebelumnya. Ada sisir, alat cukur, dan pasta giginya pakai Pepsodent dong! Biasanya kan pasta gigi kecil tanpa merk gitu wkwkwkwk. Sandalnya juga ngga abal-abal kertas putih tipis, tapi kayak sandal swallow gitu warnanya kuning. Ahhh so sweet.

Yang enak lagi itu juga bednya, jadi ga semata cantik di mata, tapi kenyamanan tamu itu benar-benar diperhatikan. Bed nya, aduhh saya ga bisa berkata-kata, empukkk buangett. Sekali rebahan susah buat bangkit lagi. HAHAHA. Lebay luuuhh. Tapi emang senyaman itu guys. Swimming pool nya juga asyik, meskipun kecil tapi cukup lah, ada kids pool nya juga, dikelilingi dengan tanaman hijau rimbun gitu. Trus kalo untuk breakfast menurut saya standard aja sih, taste nya standard, masih enak hotel-hotel sebelumnya. Overall sih bagi saya ini enak dan nyaman buat stay dan pepotoan, banyak spot instagramable.

Malioboro
Malamnya rencana kita mau jalan-jalan ke Malioboro terus kulineran gudeg mercon. Tapi setelah sampe Malioboro ternyata waduh chaos banget, susah cari parkiran. Akhirnya kita cuma bentaran aja di sini, pepotoan di perempatan deket bank BNI dan kantor pos. Ajubileee rame banget, padahal ini Senin malam lho. Dan memang kata temen yang warga Jogja, Malioboro memang selalu ramai tak mengenal hari. Makanya mereka malas kalo malem-malem keluar ke Malioboro. Ohh, jadi begitu, baru tau saya. Akhirnya keinginan pepotoan di plang Jl. Malioboro harus pupus. Keinginan belanja juga pupus. Untung kemarin udah beli baju Jogja. jadi ga terlalu nyesel ga jalan-jalan di Malioboro. Karena emang seramai itu, jadi mager, apalagi bawa toddler.

Gudeg Mercon bu Tinah
Setelah dari Malioboro, kita ke Gudeg Mercon bu Tinah, kuliner legendaris di Jogja yang baru buka jam 21.00. Saya taunya dari Youtube nya Nex Carlos, jadi cuss deh kesitu. Pas nyampe sana masih jam 20.45, tapi antriannya udah panjang. Waooww. Setengah jam kemudian akhirnya kita bisa cicipi juga nih gudeg, mereka menyediakan tikar-tikar di sekitar trotoar, jadi makannya di pinggir jalan gitu. Menurut saya gudegnya emang enak banget tapi pedesnya itu wow sih, saya ga habis saking pedesnya. Tapi kata suami, pedesnya ga terlalu. Dan emang nagih, rasanya terngiang-ngiang meskipun pedes, wkwkwk. Mereka juga menyediakan lauk lainnya seperti sate ayam, ceker, tempe goreng, dll. Saya cobain sate ayamnya, enakk banget bisa buat tombo pedes, sambil menyeruput teh manis hangat, uuww mantaab.

DAY 4
Beli oleh-oleh di Mamahke Jogja
Pagi harinya, kami sempatkan renang dulu sebelum packing dan sarapan, yah gak mau rugi lah ya udah bayar mahal masa fasilitasnya ga dicobain satu-satu. Kami check-out dari Yats sekitar jam 8.30 pagi, karena hari ini sudah saatnya pulang ke Bandung. Sebelum pulang, kami mampir ke toko oleh-oleh Mamahke Jogja milik Zaskia Mecca. Beli kue Mamahke, dan snack-snack UKM macam keripik usus dan wader. Harga kue Mamahke adalah Rp60.000, sedangkan snack UKM nya kisaran Rp25.000. Lumayan juga ya harganya, tapi gapapalah, mumpum di Jogja, besok-besok harus hidup hemat lagi. HAHA.

Kalo menurut saya sih rasa kuenya enak standar aja, dia semacam bolu kotak yang di dalamnya ada pastry dan coklat. Coklatnya lumayan enak sih tapi. Yang lebih enak lagi ternyata snack UKM nya, ga salah harganya segitu, rasanya emang mantab abiss, cocok buat camilan di perjalanan mengusir rasa kantuk.

Perjalanan Pulang
Kelar beli oleh-oleh, kami langsung pulang. Masuk melalui gerbang tol Boyolali, berikut rincian biaya tol:
Boyolali-Banyumanik          : Rp61.500
Kalikangkung-Palimanan     : Rp212.500
Palimanan-Cikampek           : Rp117.000
Kalihurip Utama-Buah Batu : Rp45.000
Total                                      : Rp436.000

Untuk bensin, saya lupa menghitung tapi kalau ga salah ingat, kita habis 1 jutaan PP dan keliling kota Yogya selama 4D3N. Jadi total biaya transport adalah hampir 2 juta ya untuk bulan September 2019.

Ex Pabrik Gula Banjaratma (KM 260 arah Bandung)
Kami sempat mampir di Brebes untuk beli telor asin bakar, karena emang udah direncanain dari awal, pulangnya mau beli. Bukan keluar tol ya, tapi kami melipir di rest area KM 260 di kota Brebes. Di pinggir tol ada iklan telor asin YES, jadi langsung cuss. Dan ga taunya, rest area ini ternyata keren bangeet meen. Ada bekas bangunan pabrik gula yang direvitalisasi jadi tempat untuk berjualan, namanya ex pabrik gula Banjaratma. Dalamnya sangat luasss, sampe ada kandang burung sebesar di kebon binatang. Pokoknya keren banget, banyak spot foto instagramable. Ada juga masjid yang arsitekturnya disamain dengan bangunan pabrik, ada lokomotif jadul sebagai hiasan di sebelah masjid. Keren lah pokoknya. Di dalamnya banyak kios yang berjualan oleh-oleh khas Brebes, seperti telor asin, bawang merah, dan oleh-oleh khas Jawa Tengah lainnya. Ada juga kios makanan, bazaar baju, Indomart, dan Alfamart, lengkap lah pokoknya, tapi sayang kami disana pas siang, jadi agak panas karena di dalamnya pake kipas angin.

Selesai beli telor asin bakar, kami melanjutkan perjalanan pulang, dan sampai di gerbang tol Buah Batu sekitar jam 7 malam. Sampai rumah jam 8 malam, gara-gara macet di Bandungnya. Kata suami, nyetir di tol malah ga kerasa capek sama sekali, capeknya malah pas nyetir di dalam kota Bandung. Hadeuh, semacet ituuh kota Bandung saat ini..

Alhamdulillah, sampai rumah dengan selamat, dan sudah bisa dipastikan saya gagal move on dari liburan ini. Jadi sekian yah cerita perjalanan yang bisa saya bagikan, semoga bermanfaat bagi siapapun yang sedang merencanakan family trip ke Jogja, bisa dicontoh itinnya, dijamin enak mantab! Selamat berlibur!

((SHARE)) PEMBENGKAKAN GINJAL DAN PERJALANAN SAYA BERSAMA SPESIALIS UROLOGI



Hidronefrosis? Apa itu? Yap, ia adalah sebuah kondisi dimana ginjal mengalami pembengkakan. Seperti yang sedang saya alami di tahun ini.

AWAL CERITA
Hidronefrosis yang saya derita tidak memiliki gejala sakit sedikitpun, hingga saya tak sadar sedang mengalami pembengkakan ginjal, sampai ... perut kanan bawah tiba-tiba terasa sakit banget. Sampai berjalan pun tidak bisa. Curiga mengalami usus buntu, hari itu juga saya pergi ke RS Hermina Pasteur, dan langsung menuju ke dokter spesialis penyakit dalam.

Setelah antrian saya tiba, saya dipanggil masuk dan bertemulah dengan dr. Adam Iskandar, Sp.PD. Kemudian saya ceritakan kronologisnya, dan beliau memeriksa perut kanan bawah saya dengan menekan-nekannya. Dan saat ditekan, sakitnya luar biasa, Dokter mengatakan, saya bisa saja terkena usus buntu kronis. Tapi untuk tindakan selanjutnya, saya disuruh untuk melakukan tes darah, urine, dan USG bagian perut bawah.

Sambil menunggu hasil tes darah dan urine, saya bergegas lagi menuju laboratorium Radiologi untuk melakukan USG perut. Dari sinilah semua permasalahan itu mulai terkuak. Dokter Radiologi yang sedang memriksa saya dengan alat rontgen-nya, tiba-tiba tersentak kaget ketika melihat ginjal kiri saya. Sambil terkaget-kaget, dia berkata, "loh, ini kok ginjalnya bengkak besar banget??? ini udah stadium 2-3!" gitu katanya. Lah dokternya aja kaget, apalagi saya? Huhuhu. Sambil masih terkaget-kaget, beliau menjelaskan kalau ginjal bengkak seperti ini bisa disebabkan oleh dua hal, yakni adanya batu dan penyempitan saluran ureter.

Beliau langsung menyuruh saya untuk melakukan foto rontgen dengan biaya gratis jika beliau tidak menemukan penyebab ginjal saya yang membengkak. Aduh, dokter baik banget, batin saya. Saya langsung disuruh memasuki ruangan sebelah yang merupakan ruangan foto rontgen. Alat foto rontgen nya berupa meja kotak yang terbuat dari kaca, lalu di atasnya ada semacam alat yang sangat besar untuk menangkap gambar. Kemudian saya pun disuruh untuk mengganti baju dengan baju berwarna hijau dari lab. Proses foto pun berjalan cepat, kita hanya disuruh ambil nafas, menghembuskannya sedikit, dan menahannya selama beberapa detik. Lalu alat akan mengambil gambarnya.

Selesai foto, hasilnya sudah bisa langsung dilihat. Di depan ruangan foto, dokter Radiologi dan para asistennya sedang mengerumuni layar komputer yang menunjukkan hasil rontgen saya. Dan kata dokter, ia tidak menemukan ada batu ginjal, namun ia sendiri tidak yakin 100%, karena perut saya saat itu penuh dengan kotoran yang menghalangi dokter dalam membaca hasil foto. Memang sebelum foto, kita diharuskan untuk puasa dulu semalam sebelumnya. Namun karena ini mendadak banget, jadi memang hasilnya kurang valid. Jadilah rontgen tadi biayanya gratis, padahal sepertinya bisa habis jutaan tuh, xixixi.

Apapun yang terjadi, sebagai dokter Radiologi, beliau sudah menjalankan tugasnya dengan sangat baik, sampai menyuruh saya untuk rontgen gratis. Thanks dokter, you're the best. Beliau bilang, semua hasil dari rontgen dan tes darah serta urine, biar dokter penyakit dalam yang menyimpulkan. Begitu katanya.

Saya bawalah semua hasil lab tersebut ke dr. Adam, setelah membaca hasil lab,beliau menjelaskan panjang lebar yang saya hanya setengah mengerti saja, hikshiks, yang pada intinya hari itu juga saya disuruh rawat inap untuk tindak lanjut ginjal yang membengkak, serta perawatan yang akan melibatkan tiga ((TIGA)) dokter spesialis, yakni penyakit dalam, kandungan, dan urologi. Lalu bagaimana dengan usus buntu saya? Dari hasil USG, ternyata tidak ditemukan usus buntu, jadi sakit perut saya tadi entahlah disebabkan karena apa.

Berhubung saya tidak bisa se-mendadak ini untuk melakukan rawat inap, akhirnya saya menolak menyetujuinya.Ya gimana tidak, saya kan harus pulang dulu, cerita ke keluarga saya, memperiakan baju dan kelengkapan lainnya. Akhirnya hari itu saya pulang dan membawa hasil tes lab sekaligus. Saya berencana pindah ke RS Hermina Arcamanik yang lebih dekat dengan rumah. Intinya mencari opsi kedua, apakah benar memang se-urgent itu hingga harus rawat inap?


TINDAKAN
(1) Konsultasi Dokter Spesialis Urologi
Di RS Hermina Arcamanik, saya mengawali konsultasi dengan dr. Yeny Tanoyo, Sp.PD. Beliau mengatakan sakit perut kanan bawah saya mungkin merupakan alarm tubuh bahwa ada yang tidak beres. Dan memang benar adanya, hehehe. dr. Yeny merujuk saya ke dr. Stephen Kuswanto, Sp.U (alias suaminya, wkwkwk), yakni dokter spesialis yang khusus menangani penyakit kemih.

Keesokannya saya konsul ke dr. Stephen, dan setelah membaca hasil rontgen saya, memang benar ginjal saya sudah mengalami pembengkakan yang sangat besar, lalu beliau menyuruh saya untuk melakukan CT-SCAN.

(2) CT-SCAN
 Sebelum CT-SCAN, saya diharuskan untuk puasa malam sebelumnya, dan hanya boleh minum air putih. Tak hanya puasa, saya juga harus minum obat pencahar Dulcolax yang waktu minumnya sudah ditentukan oleh petugas di bagian Radiologi rumah sakit. Obatnya ada dua macam, obat minum dan obat suppository (yang dimasukkan lewat dubur). Efeknya sungguh dahsyat, BAB bisa sampe 7-8 kali, hahaha. Tujuannya memang untuk membersihkan perut yaa, agar terlihat jelas saat difoto nanti.

Tiba waktunya untuk CT-SCAN, dan saya diharuskan mengganti pakaian dengan pakaian hijau rumah sakit, lalu berbaring di sebuah alat yang sangat besar. Alatnya berbentuk donat raksasa. Seperti di film-film gitu rasanya, haha. Cara kerjanya, nanti dari alat donat raksasa itu akan mengeluarkan bunyi instruksi seperti "tarik nafas", "hembuskan", dan "tahan". Dan tempat tidur yang kita baringi akan berjalan maju mundur di antara donat. Wah saya deg-degan banget, karena alatnya besar banget, takut kenapa-kenapa, macet di tengah jalan apa gimana. Huhu. Saya disuruh memejamkan mata oleh petugas selama pemeriksaan berlangsung. Tapi saya bisa merasakan, di dalam alat donat itu banyak sinar garis-garis berwarna merah (infared mungkin ya). Dan  mesin raksasa yang berputar. Wah ngeri pokoknya, mending tutup mata aja deh. Untungnya saya masih bisa mendengar dan memahami instruksi dari mesin, karena suaranya itu kuecil banget. Huft. Bagi anda yang belum pernah CT-SCAN (jangan sampai lah ya) sebelum anda bingung dan bertanya-tanya, saya jelaskan ya. Intinya anda berbaring di tempat tidur, kemudian tempat tidur itu akan bergerak masuk ke alat donat raksasa. Pejamkan mata anda, di dalam donat, akan ada suara instruksi mesin: "tarik nafas", "buang", "tahan". Dan ini menahan nafasnya lamaa sekalii, beberapa detik gitu, sampai saya hampir ga kuat. Jangan buang nafas sebelum ada instruksi "buang nafas..". Begitu yaah.

(3) OBAT
Hasil CT-SCAN keluar sekitar 3 hari setelahnya. Dan hasilnya menunjukkan memang ada pembengkakan ginjal kiri stadium 2-3, diikuti dengan adanya batu berukuran kurang dari 5 mm. Hasil tersebut saya bawa ke dr. Stephen, dan akhirnya dilakukan tindakan rawat jalan dan saya diresepkan obat bernama Urief Silodosin 4mg. Obat ini diminum 2x1 hari, ia memiliki efek relaksasi di saluran ureter, sehingga batu yang menyangkut diharapkan bisa keluar bersama urin. Kata dokter, sebenarnya saya boleh memilih mau melakukan prosedur rawat jalan (minum obat) atau mau langsung operasi. Namun dokter menjelaskan, kalau sesuai prosedurnya, tindakan pertama untuk pasien dengan kasus saya ini adalah melakukan rawat jalan dulu, baru jika tidak berhasil, dilakukan tindakan operatif. Dan baiklah, saya ikut prosedur saja.


FYI, harga obat ini di apotek Kimia Farma adalah Rp87000 per butir (Mei 2019). Di RS saya dijual jauh lebih mahal, bisa selisih hampir 300.000 sekali resep. Jadi saya sarankan harga di apotek KF itu sebagai acuan jika mau membeli obat ini.

(4) TINDAKAN OPERASI I (April 2019)
Selama satu bulan minum obat, tidak ada sedikitpun batu yang keluar bersama urin. Akhirnya pun, saya harus menjalani operasi (endoskopi), yakni dengan tindakan memasukkan kamera kecil ke dalam saluran kencing, dan jika ada batu maka akan dilaser oleh dokter.

Pra-operasi, saya diwajibkan untuk menjalani tes urin dan tes darah yang lebih lengkap. Dan seminggu kemudian, akhirnya saya menjalani operasi selama kurang lebih dua jam, dengan dibius total.

TERNYATA, hasil dari operasi selama 2 jam tsb adalah, dr. Stephen menemukan penyempitan saluran ureter di sekitar 1/3 pajang ureter dari bawah, yang menyebabkan kamera tidak bisa melewatinya. Saluran yang menyempit tersebut sempat berdarah karena kamera berusaha menerobos, namun dokter tidak bisa memaksakan masuk, jadi akhirnya harus dipasang DJ Stent (istilah awamnya selang) yang ukurannya memang lebih kecil dari kamera. DJ Stent yang berbentuk selang panjang terpasang dari ginjal hingga kandung kemih. Harapannya, pemasangan stent tersebut dapat memicu pelebaran saluran ureter.

dr. Stephen sempat melakukan biopsi (pengambilan sample daging) yang sangat kecil pada saluran yang menyempit tersebut, dan hasil biopsi adalah terjadi infeksi. Jadi saluran tersebut pernah mengalami infeksi (yang entah kapan dan bagaimana terjadinya) sehingga ketika sembuh ia menjadi sempit. Sedih amat yaa. Saat saya bertanya apa penyebab infeksi, dr. Stephen tak bisa menjawab. Asumsi saya, kemungkinan infeksi yang terjadi karena pasca operasi kista yang dulu (tahun 2011) mungkin ya? Jadi ada malpraktek? Hmm, belum bisa dipastikan juga sih. Tapi saya jadi curiga itu sih.

DJ Stent dipasang selama 2-3 bulan, dan selanjutnya di bulan Juni saya diharuskan operasi lagi untuk melepas stent tersebut. Diharapkan di operasi yang kedua nantinya, saluran sudah agak melebar. Aamiin.

(5) TINDAKAN OPERASI II (Juni 2019)
Operasi kedua ini adalah operasi yang dijadwalkan untuk pencabutan DJ Stent, dan memasukkan kembali kamera ke dalam saluran untuk melihat akar masalah dari penyakit ini. Operasi yang dilakukan saat ini lebih cepat dari operasi sebelumnya. Kata suami sih sekitar 1 jam sudah selesai. Hasil dari operasi kedua adalah bahwa saluran saya sudah lebih melebar, sehingga dokter bisa memasukkan kameranya sampai ke ginjal. HASILNYA, tidak ditemukan batu sama sekali disana, bersih, murni karena penyempitan saluran saja. dr. Stephen kemudian melakukan biopsi yang kedua kalinya dari daging saluran yang menyempit itu, dengan sample yang lebih besar dari sebelumnya. Diharapkan lab akan bisa membaca lebih detail. NAMUN, hasilnya tetap sama, yakni infeksi. Well, saya dan dokter cuma bisa bingung saja, infeksi ini berasal darimana. Huhu.

Di operasi kedua ini dr. Stephen memasang DJ Stent kembali, karena ureter saya masih tergolong sempit walaupun sudah lebih lebar daripada sebelumnya. So, saya masih harus melakukan operasi lagi kelak. Hiks.

Saya pun memenuhi jadwal komtrol pasca operasi (seminggu setelahnya). Banyak hal di kepala yang ingin saya tanyakan ke dr. Stephen. Yang pertama kali ingin saya ketahui adalah, penyusutan ginjal saya sudah sebesar apa. Akhirnya beliau melakukan USG dengan alat pribadinya (mungkin kalo saya ga nanya, belio ga USG saya kali yaah wkwk). Hasil dari USG dengan membandingkan kondisi ginjal saya sebelum pemasangan DJ Stent adalah mengalami penyusutan HANYA sebesar 20-30% saja. WHAT?! Jadi perjuangan selama ini hanya menghasilkan penyusutan tak sampai 1/3 nya. Sedih banget saya, rasanya kepengen nangis. Kata dr. Stephen, ini memang membutuhkan waktu yang lama. Terus saya bertanya, "selama apa dok??" "yaah, mungkin 6 bulan-an bu" gitu. Nah dari obrolan itu, akhirnya dr. Stephen inisiatif untuk memundurkan jadwal operasi yang ke-3 yang harusnya bulan Agustus, menjadi bulan September. Harapannya agar ginjal diberi kesempatan untuk menyusut lebih lama. Katanya, jika nanti setelah operasi kondisinya masih belum baik, saya akan dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar, RS Santosa.

Beberapa yang harus dilakukan selama pemasangan DJ Stent adalah minum air putih yang banyak, dilarang menahan kencing (karena dikhawatirkan air kencing akan kembali naik ke atas akibat pemasangan stent), dan sebisa mungkin jangan hamil dulu. Hiks. Sedih? Banget.

(6) TINDAKAN OPERASI III (September 2019)
Operasi yang ketiga ini tergolong sangat cepat, bahkan menurut saya gak sampai 5 menit saja prosesnya. Kalau proses dari awal kita masuk ruang operasi, bius, dll ya lebih dari 1 jam. Tapi proses inti operasinya itu gak sampai 5 menit kayanya. Operasi ketiga ini tindakannya hanya cabut selang tanpa dimasukkan kamera lagi, karena sepertinya dokternya yakin, "secara teori, dengan pemasangan selang ini saluran pasti akan melebar bu". Jujur saya sebagai orang awam sih kurang lega, sebenarnya apa salahnya ya diintip lagi pakai kamera. Apa mungkin itu menambah biaya dan waktu, sementara pasien dokter banyak dan saya memakai BPJS. Wallahualam. Khusnudzon aja deh.

Pada operasi ketiga ini saya hanya diberikan bius lokal saja, alias masih sadar. Wah jangan ditanya, rasanya urat malu saya udah ptus! HAHA. Selain dokternya cowo, beberapa perawat yang membantu juga ada yang cowo. Yasudahlah, semoga Allah mengampuni dan memaklumi saya. Aamiinn. Pemulihan dengan bius lokal lebih cepat daripada bius total. Saya hanya menginap semalam saja di RS, dan diberi obat-obatan anti mual. Karena salah satu efek samping pasca bius adalah pusing dan mual.

Saya diharuskan kontrol seminggu pasca operasi. Saat kontrol, saya menanyakan bagaimana tindakan selanjutnya. Dokter menyarankan 3 bulan lagi untuk USG ginjal. Begitu. Jadi sekian yang bisa saya ceritakan. Story akan terus di-update ya, nanti setelah USG akan saya update kembali.

(7) USG GINJAL I (Desember 2019)
Bulan Desember 2019, tepat 3 bulan pasca pencabutan DJ Stent, saya memenuhi jadwal kontrol ke dr. Stephen untuk melakukan USG ginjal. Berdasarkan hasil USG, Alhamdulillah ginjal kiri sudah mengalami penyusutan yang banyak. Hasilnya sangat membaik dibandingkan dengan  sebelumnya. Bisa dilihat dari foto before after di bawah.



Hasil bacaan juga menuliskan kalau hidronefrosis sudah menunjukkan perbaikan. Setelah membaca hasil USG, saya optimis telah sembuh dan perjalanan saya keluar masuk RS juga akan segera berakhir. Udah sok pede ini konsul terakhir ke urologi. Nyatanya... dr. Stephen berkata kalau peluang ureter untuk menyempit bisa terjadi lagi, jadi kondisi saya masih dalam observasi, dan diharuskan kontrol lagi 4-5 bulan berikutnya. Wah saya langsung lemes lho, ga nyangka ternyata masih bisa menyempit lagi. Kata belio, sebenarnya kalau mau permanen bisa dengan tindakan operasi pemotongan saluran, jadi saluran yang menyempit tadi dibuang. Cuman itu susah dan sakit, resikonya juga tinggi, jadi kalau bisa dihindari.

Jadi ya entah nanti bagaimana perkembangannya, apakah kelak saya akan memakai DJ Stent setiap beberapa tahun sekali? Wallahualam. Saya serahkan semua sama Allah SWT, yang penting sebagai manusia saya sudah berikhtiar, dan sisanya tawakkal saja.:D

Anyway, thanks to dr. Stephen & team atas kerja kerasnya selama ini. Terimakasih telah menjadi perpanjangan tangan Tuhan atas kesembuhan saya, Tuhan Berkati. :)

(8) USG GINJAL II (Juni 2020)
Dikarenakan wabah Covid-19, saya baru memberanikan diri untuk kontrol pada bulan Juni, ketika new normal sudah mulai dijalankan. Kontrol saat itu untuk meminta surat pengantar USG Ginjal dari dr. Stephen. Selang 1 minggu, hasil USG sudah saya terima dan saya konsulkan ke beliau. Hasilnya adalah....ginjal sudah lebih mengecil lagi dari USG bulan Desember. Kalau ukuran normal ginjal adalah 8-9 cm, punya saya 7 cm, bisa dilihat di gambar yang ditandain garis hijau. Sedih ya, sedih lho.. mengetahui kenyataan salah satu organ tubuh kita sudah "tidak normal" lagi. :'). Ya tapi mau gimana lagi. Ini juga sudah bersyukur, ada perbaikan yang sangat bagus bila dibandingkan kondisi ginjal saya pertama kali yang bengkak parah.



Cuman yang saya agak curiga adalah di gambar USG, ureter atas nya bengkak lagi, lebih bengkak dari sebelumnya. Saya sempet kepikiran apa ada penyempitan lagi. Tapi beliau bilang, kalau misal bengkak lagi pasti ginjalnya juga bengkak, tapi ini enggak, ginjalnya bagus. Namun dr. Stephen tetap mewanti-wanti kalau bisa ada peluang menyempit lagi, dan setelah saya bertanya bagaimana selanjutnya, beliau memberi 3 opsi. Pertama, dipasang DJ Stent permanen yang diganti setiap 6 bulan sekali. Kedua, dilakukan observasi lagi dengan cara memasang DJ Stent biasa seperti kemarin dan setelah 4 bulan dikaji ulang. Ketiga, dirujuk ke RS Santosa, RS besar di Bandung dengan peralatan yang lebih lengkap. Dari awal memang saya sudah kepikiran, jangan-jangan saya bakal memakai DJ Stent seumur hidup? 

Akhirnya saya memutuskan untuk minta dirujuk saja ke RS Santosa, ke dr. Tomy namanya. Dengan pertimbangan, saya ingin mencoba opsi lain seperti apa. Jadi nanti saya memiliki lebih banyak opsi yang tinggal memilih salah satu yang paling cocok dan nyaman buat saya. Bismillah. 

(8) KONSULTASI DOKTER SPESIALIS UROLOGI - RS SANTOSA (Agustus 2020)
Bulan Agustus 2020 saya baru memberanikan diri untuk melanjutkan perawatan dengan melakukan konsultasi ke dr. Tomy Muhamad Seno Utomo, Sp.U., di RS Santosa Bandung Central. RS nya terletak di belakang Stasiun Bandung. Saya baru bisa ke RS saat weekend karena suatu alasan, dan Alhamdulillah-nya beliau bisa mengakomodir nya, padahal jadwal praktek beliau di hari Sabtu adalah by appointment, saya pikir khusus tindakan pasien lama, ternyata pasien baru seperti saya pun bisa. Alhamdulillah terima kasih pak dokter.

Penjelasan dr. Tomy sungguh gamblang dan menenangkan. Berdasarkan hasil tindakan saya sebelumnya, beliau menyarankan pada saya untuk melakukan CT Scan dengan kontras. Tujuannya untuk mencari tahu letak penyempitan tepatnya berada di saluran sebelah mana dan sepanjang apa. Jika penyempitan tersebut hanya pendek, maka akan dilakukan tindakan pemotongan saluran yang menyempit itu. Jika penyempitan tersebut ternyata panjang, maka akan dipasang DJ Stent permanen dan nanti akan terus dievaluasi. FYI, DJ Stent ini ternyata ada yang usianya 1 tahun, dan ada yang 2 tahun.

Berhubung di RS Santosa, alat CT Scan nya sedang dalam maintenance, akhirnya saya harus mencari RS lain yang memiliki fasilitas CT Scan, tentunya yang harganya juga bersahabat. Oke, jadi sekian update dari saya, sampe bertemu lagi.

(9) CT SCAN UROGRAPHY 64 SLICES DENGAN KONTRAS (Agustus 2020)
Seminggu setelahnya saya berpetualang sendirian mencari RS yang menyediakan CT Scan 64 Slices yang dimaksud. Saya mencoba ke RS Borromeus yang katanya harga pemeriksaan CT Scan-nya berkisar 4,2juta (masih lebih murah dari RS Hermina yang waktu itu 5 jutaan tanpa kontras), namun ternyata saya kurang beruntung, alat CT Scan di RS Borromeus juga rusak. Sang teknisi menyarankan saya mencoba ke RS Advent atau RS Immanuel.

Sebelum beranjak, saya mencoba memastikan dengan menelepon RS Advent untuk ketersediaan alat CT Scan. Dan Alhamdulillah ternyata alatnya berfungsi, dan bisa mengakomodir CT Scan Urography 64 Slices Kontras. Kenapa RS Advent? Tidak ada alasan khusus, hanya karena jarak saja, deket dari RS Borromeus di Dago. RS Advent letaknya ada di Cihampelas. Sore yang mendung dan gerimis itu saya lalui dengan naik motor tanpa jas hujan. Perjuangan deh pokoknya.

Sesampainya di RS Advent, saya langsung ke bagian Radiologi dan menyodorkan Rujukan CT Scan dari RS Santosa. Oleh teknisi CT Scan, diberi penjelasan yang ramah, bahwa sebelum melakukan CT Scan ini pasien harus melakukan tes darah berupa kadar Ureum, Creatinin, Hemoglobin, karena nanti cairan kontras akan dimasukkan melalui infus ke dalam pembuluh darah, jadi kondisi darah nya harus normal. Beliau juga menginformasikan tarif CT Scan-nya, yaitu sekitar 3,8 juta. WOW, murah cuuyy :D, tau gitu dari dulu saya CT Scan disini aja ya Hahaha.

Berhubung saya ingin memakai asuransi, maka saya harus memulai prosedur ini diawali di bagian pendaftaran. Setelah melewati berbagai drama (iya drama per-asuransi-an, yang panjang ceritanya, tapi ga usah diceritakan wkwk), akhirnya saya putuskan tes darah menggunakan uang pribadi saja, toh cuma Rp 145.000 saja. Sedangkan nanti CT Scan akan menggunakan asuransi, yang TERNYATAH limit saya tinggal 600-ribuan saja pemirsah. Hahaha. *Saatnya dana darurat beraksi*

Tes darah berlangsung cepat tanpa antri sama sekali (efek musim Covid, pasien berkurang banyak), dan hasil bisa diambil 2 jam kemudian. Namun saya putuskan untuk diambil keesokan harinya saja sembari pendaftaran untuk CT Scan. Karena hari sudah menunjukkan pukul 3 sore. Lelah men!

---

Besoknya saya kembali ke RS Advent, mengambil hasil tes darah dan Alhamdulillah hasilnya normal semua. Yang saya takutkan dari dulu Creatinin. Kalau Creatinin tinggi berarti kerja ginjal nya bermasalah. Untungnya tidak. Sehabis dari lab, saya langsung menuju pendaftaran untuk mendaftarkan CT Scan menggunakan klaim biaya asuransi, sudah habiskan sajalah itu 600rb! Next mau pakai BPJS saja untuk perawatan selanjutnya, sampai limit terisi kembali.

Dari loket pendaftaran, saya langsung menuju ke bagian Radiologi untuk penjadwalan CT Scan. Sehari sebelum CT Scan, saya diharuskan berpuasa (hanya boleh makan bubur nasi kecap sampai jam 8 malam), kemudian diberi resep Castor Oil 1 ml, Disflatyl 2 tablet, dan Dulcolax supositoria 1 buah. Wah busyet deh efek obat yang sekarang lebih DAHSYAT daripada obat yang dulu diresepkan di Hermina. Saya baru kali ini minum castor oil, rasanya super thick banget banget, dan itu harus diminum semua sebanyak lebih dari 5sdm. Hueh. Nggak sampai 2 jam, perut udah langsung mules-mules sampai tengah malam, bener-bener dahsyat dikuras abis ama nih oil, bisa gitu ya, mungkin ususnya jadi licin kena minyak ya, jd langsung terjun bebas tuh kotoran,haha. Obat terakhir Dulcolax udah gak mempan saking udah ga ada lagi yang dikuras. Castor oil diminum jam 8 malem btw, dan Dulcolax dipakai jam 5 subuh. Dan pas pagi itu rasanya badan lemes abis saking kosongnya perut ga ada isinya, cuma boleh minum air putih. Buat sholat aja ga kuat, saya sampai harus sholat sambil duduk saking lemesnya badan ga ada energi. Pokonya trauma lah minum Castor Oil T_T

Pas udah sampe di RS, petugas CT Scan-nya ternyata beda lagi, bukan bapak-bapak yang kemarin. Terus beliau menjelaskan dengan ramah prosedur CT Scan, terdengar bertele-tele meskipun mungkin sebernya penting, cuma saya nya aja yang udah lemes ga bisa konsen sama sekali beliau ngomong apa. Yang jelas, saya disuruh memastikan ke dr. Tomy atau ke RS Santosa, bahwa hasil CT Scan dari RS Advent sudah sepengetahuan mereka, karena ditakutkan hasilnya tidak sesuai harapan dr. Tomy, karena beda rumah sakit.

Sebelum CT Scan saya diharuskan minum air putih banyak, saya habiskan lah 2 botol, rasanya super begah. Pokoknya CT Scan yang sekarang rasanya aduhai, dan saya sadar memang ini prosedur yang harus dilewati agar hasilnya maksimal. Setelah terasa kepengen pipis, barulah CT Scan ini dimulai. Tangan saya dipasang infus, kemudian berbaring di alat donat raksasa itu (lagi) dan teknisi mengetes fungsi alatnya. CT Scan di sini menurut saya lebih oke punya, selain petugas yang lihai dan ramah, instruksi untuk "tahan nafas" dan "buang nafas" nya sangat jelas dan tidak terlalu lama sampai hampir kehabisan napas.

Setelah mengecek alat, barulah "cairan kontras" ini dimasukkan lewat infus. Kata beliau, cairan kontras ini merupakan cairan iodine yang baru dan sudah anti alergi, jadi inshaa Allah aman. Yang saya rasakan ketika cairan kontras masuk ke pembuluh darah, ada rasa panas di lidah dan perut bawah, wow cepet sekali, padahal baru 1 detik cairannya masuk. Dan hal itu normal kata beliau. Namun rasa panas itu hanya sesaat, ga sampai 1 menit, udah ga merasakan apa-apa. Dan seperti biasa saya menjalani pemeriksaan, dengan 3x prosedur menahan nafas. Total durasi pemeriksaan adalah 15-20 menit, dan dalam keadaan nahan pipis yang dahsyat, efek minum air putih 2 botol sekaligus. Oh ya, saat infrared nya menyala, wow seluruh tubuh rasanya panas, dan pahit, tapi cuman sebentar saja, dan saat penyinaran yang pertama saja. Penyinaran kedua dan ketiga sudah tidak terasa apa-apa. Sungguh pengalaman yang tak terlupakan dalam hidup ini ya. Hahaha.

(10) KONSULTASI TERAKHIR & EVALUASI BERKALA (Sept 2020)
Memasuki bulan September, saya melakukan konsul kedua kalinya ke dr. Tomy. Saya bawa hasil CT Scan terbaru sekalian dengan hasil tes lainnya saya bawa lengkap kap. Kali ini saya memakai asuransi BPJS. Dikarenakan RS Santosa (SHBC) merupakan RS kelas B, maka rujukan harus diurus dari Faskes 1 (Puskesmas), lalu dibawa ke Faskes 2 (RS Hermina Arcamanik), baru bisa ke RS Santosa. Pokonya harus sabar dan telaten.

dr. Tomy membaca hasil CT Scan saya, dan hasilnya beliau memutuskan untuk tidak jadi operasi, dan akan dievaluasi secara berkala setiap 6 bulan atau 1 tahun. Jadi setiap 6 bulan atau 1 tahun, saya diharuskan melakukan CT Scan Kontras untuk keperluan evaluasi. Saya udah kebayang dong gimana tersiksanya melakukan persiapan CT Scan Kontras, hiks.

Mengapa evaluasi saja dan tidak perlu operasi? dr. Tomy mengatakan, kalau ginjal kiri saya masih berfungsi, meskipun sudah menurun 50% bahkan lebih. Operasi pemotongan saluran tidak akan membuat ginjal kembali seperti semula, ginjal akan tetap berbentuk seperti yang terakhir. Selain itu, operasi pemotongan saluran memiliki resiko yang banyak, salah satunya adalah memiliki peluang kebocoran. Bagaimana jika saluran ureter menyempit kembali, oleh karena itulah diperlukan evaluasi berkala. Sehingga bisa menentukan tindakan selanjutnya akan seperti apa. 

Di tengah-tengah kepanikan dan kesedihan menjalani pengobatan selama setahun lebih ini, saya masih sangat bersyukur memiliki ginjal kanan yang masih sehat dan sempurna. Alhamdulillah. Sehingga bisa membantu kinerja ginjal kiri, dan akan saya jaga baik-baik kesehatan si ginjal kanan dengan gaya hidup sehat dan minum air putih yang cukup. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua. Aamiinn. Terimakasih untuk para pembaca yang telah mampir ke blog saya. Bagi para pembaca yang mengalami nasib sama seperti saya, tenanglah Anda tidak sendiri :). Teruslah berjuang dan berdoa untuk kesembuhan kita. Dan Allah tidak akan menguji manusia di luar batas kemampuannya. :)



Story akan terus di-update. 




INFEKSI JAMUR DI KAKI (PENGALAMAN PRIBADI)

AWAL CERITA GATAL-GATAL DI KAKI
Ceritanya berawal dari kaki kanan bagian kiri yang tiba-tiba muncul kulit yang mengelupas terus gatal rasanya. Waktu itu saya pikir cuma gatal biasa aja, jadilah digarukin, garuk, garuk terus, sampai akhirnya nggak sadar itu gatal udah nangkring terus selama berbulan-bulan, dan kulit yang mengelupas tadi lama-lama membesar membentuk lingkaran. Saya pun masih asyik saja menggaruk-garuk (pas digaruk tu kerasa nikmat banget, haha!), sampai akhirnya si kulit gatal ini infeksinya semakin meluas sampai ke bagian atas kaki. Lama kelamaan dia meradang dan muncul ruam berwarna merah gitu, terus banyak bentil kecil-kecil (ini saya ngetiknya sambil merinding jijik sendiri, haha). Sampai akhirnya saya sadar, ada yang tidak beres dengan kaki saya, lalu paniklah saya. Browsing kesana kemari, akhirnya menyimpulkan dan berasumsi sendiri kalau terkena eksim kering, karena gejalanya hampir sama dengan eksim kering (gatal, merah, bentil kecil-kecil, kalau digaruk keluar cairan bening). Wah pokoknya gatal luar biasa deh.

Lalu saya cerita ke mama, kata mama,"mungkin itu infeksi karena kulitmu kering kayak mama". Gitu. Akhirnya dikasihlah salep Benoson. Dan bener deh, setelah dua kali pemakaian oles Benoson, tu kulit kaki langsung mengelupas gitu dan warnanya jadi menghitam, terus gatalnya hilang, dan kalau dipegang gitu rasanya kulit kayak tebal macam kulit badak gitu. Setelah beberapa hari pemakaian, tidak menunjukkan perkembangan yang sembuh total. Cuma sebatas kulit mengering, mengelupas, menghitam, dan menebal, serta gatal yang berkurang. Tetep saja saya merasa ga nyaman, karena kan yang namanya sembuh total itu mestinya kulit jadi mulus lagi dong ya. Setelah saya berhenti memakai Benoson, kulit pun meradang dan gatal lagi. Lha masa harus seterusnya pakai Benoson? Kan saya jadi takut yak, apalagi dia salep antibiotik.

BEROBAT KE DOKTER SPESIALIS KULIT
Akhirnya setelah kurang lebih 3 bulan menderita infeksi ini, saya tidak kuat lagi dan akhirnya pergi ke dokter kulit di RS Borromeus, ke dr. Gita S. Purnama A, SpKK. FYI, infeksinya sudah muncul juga di kaki sebelah kiri, meskipun tidak separah di kaki kanan. Hiks. Setelah konsultasi dan melihat kaki saya, beliau bisa langsung tahu,"kata siapa itu eksim bu, itu mah jamur!" begitu katanya. Oalaaah, baru tau saya, huhu. Beliau menanyakan sudah berapa lama saya terinfeksi ini, dan sudah pakai obat apa saja. Setelah itu beliau ketik-ketik di komputernya, katanya mau dikasih salep racikan dan obat minum juga. Karena kasus saya ini juga harus diobatin lewat darah. Overall dr. Gita bagus sih, cuma menurut saya kurang komunikatif gitu. Beliau orangnya langsung to the point ngasih obat, dan mengetik di komputernya. Padahal harapan saya, harusnya beliau bisa ngasih edukasi ke pasien gitu lho, kenapa jamur itu bisa muncul, kebiasaan apa yang harus saya perbaiki, bagaimana treatment setelah obat habis atau setelah sembuh. Gituu.. karena saya tipikal pasien yang suka dengan dokter yang cerewet dan banyak omong. Hehe.

Akhirnya saya harus menunggu bagian farmasi untuk meracik obatnya, lumayan lama sih hampir 1 jam, karena saya juga sekalian konsul tangan yang pecah-pecah (cerita tangan pecah-pecah ada di sini), Jadi krimnya ada 3 macam, 2 macam untuk tangan, dan 1 macam untuk kaki.

Dan ini isi krim racikan untuk jamur kaki:
- Formyco CR 10 G (2 tube)
- Bactoderm Oint 10 G (0.55 tube)
- Termisil CR 10 G (1 tube)
Obat minumnya:
- Formyco 200 MG Tab 0 (7 tablet)
- Cetinal 10 MG Tab (7 tablet)

Setelah rutin pakai salep dan minum obatnya selama 1 minggu, Voilaa! Kaki saya sembuh dan mulus tak ada rasa gatal sedikitpun. Tapi meninggalkan bekas warna gelap di kaki. Dan saat itu, saya pikir saya sudah sembuh total, akhirnya saya hentikan pemakaian salep.

KAMBUH LAGI DONG!
Seminggu setelah lepas obat, bener-bener seperti masa emas, tanpa rasa gatal dalam hidup saya. Kenyataannya, gatal menyerang lagi seminggu setelah saya lepas obat. Hiks. Tiba-tiba kaki kanan dan kiri yang bekas jamur kemarin, muncul bentol-bentol kecil dan rasa gatalnya persis sama rasa gatal yang kemarin, plus kulit jadi berwarna merah lagi. Ooo tydaacckk!! Akhirnya saya kuatkan hati untuk tidak menggaruknya. Karena saya tau, menggaruk malah bikin gatalnya semakin hebat, dan makin parah infeksinya.

Saya oles lagi krim yang masih tersisa dari dr. Gita kemarin. Setelah dioles, keluar cairan bening dan gatal. Seminggu saya berjibaku dengan sisa salep dan ternyata gatalnya tak kunjung sembuh. Cuma berkurang sedikit. Seperti tidak mempan gitu, ga seperti pas awal saya pakai krim itu. Dan saya semakin sutris dong. Ga tahan akhirnya saya garuklah kaki saya T_T, dan seperti sudah diduga, infeksinya semakin parah. Balik lagi seperti dulu, meskipun ga separah dulu sih, tapi tetep aja menyiksa.

Akhirnya saya browisng-browsing, dan baru tau bahwa jamur di kaki ini muncul lagi karena apa. Asumsi saya, karena yang pertama saya pakai sepatu ke kantor itu agak ketat, jadi bikin kaki lembab yang memicu jamur tumbuh lagi (suer saya baru tau, oon banget ya). Dan memang, di hari H kaki saya kambuh itu, pas banget sepatu yang tiap hari saya pakai itu bau dan kaki saya juga bau. Wah bener deh ini, emang harus jaga kebersihan! Penyebab kedua, saya tidak memakai krim sampai tuntas. Jadi harusnya, krim tetep dipakai meskipun sudah sembuh, untuk membunuh total jamur. Karena ditakutkan masih ada bibit jamur yang tersisa. Dan inilah yang tidak diinfokan oleh dr. Gita. Saya sebagai pasien awam, ya mana tau kalo krim harus tetep dipakai meskipun sudah sembuh. Karena sejatinya pengobatan jamur itu bisa sampai 6 minggu.

Besoknya saya langsung mencuci semua sepatu yang saya punya. Jemur sampai kering. Dan browsing lagi tentang salep apa yang bagus untuk mengobati jamur di kaki. Kesimpulannya, salep/obat berbahan Ketoconazole dan Miconazole yang katanya ampuh untuk bunuh jamur. Akhirnya saya pergi ke apotek, dan oleh mbaknya dikasih salep Fungoral. Harganya 30-ribuan kalo ga salah.

Setelah hampir 2 minggu memakai salep Fungoral, kulit saya menjadi kering, kasar, dan menebal. Gatalnya berkurang sih, tapi masih ada terus kadang muncul tenggelam gitu. Lalu sebagian kulit jadi kayak pecah gitu mungkin saking keringnya, jadi ketika kaki direnggangkan, dia pecah. Hiks, lumayan perih. Akhirnya saya coba ganti salep ke Daktarin.
Seminggu lebih memakai Daktarin, kulit jadi better daripada pake Fungoral, tapi yah tetap saja kering dan perih meski tak separah memakai Fungoral, gatal pun juga kadang masih muncul meskipun tak seberapa.

BEROBAT GRATIS KE PUSKESMAS
Pengen ke dokter kulit lagi tapi pas bokek! Hahaha. Akhirnya saya coba ke Puskesmas dulu deh, siapa tau bisa minta rujukan, batin saya, karena di Puskesmas tidak ada dokter spesialis kulit, adanya dokter umum. Akhirnya, saya ceritakanlah riwayat penyakit jamur ini ke bu dokternya. Saya keluarkan salep-salep yang saya pakai. Akhirnya si dokter meresepkan saya salep Miconazole Nitrate (kandungan sama dengan Daktarin) dan obat minum Ketoconazole yang diminum selama 7 hari. Kalau belum sembuh nanti disuruh datang lagi ke Puskesmas. Dan, gratis tidak keluar uang sepeserpun! Alhamdulillah.
Dua hari pemakaian salep dan minum tablet Ketoconazole, jamur di kaki saya berangsur-angsur mengilang dong! Waoooww! Gatalnya jauh berkurang, terus kulit pelan-pelan mengelupas dan menghalus. Dan akhirnya setelah seminggu pemakaian, kulit kaki jadi bersih dan mulus. Masih ada bekas sih warnanya agak berbeda dari kulit sehat, tapi MUCH BETTER daripada kemarin. Alhamdulillah, manjur juga pakai obat gratis dari Puskesmas.

Next untuk perawatan emang harus lebih berhati-hati. Dari sakit ini saya belajar:
  1. Rajin mencuci sepatu maksimal 1 bulan sekali
  2. Jangan memakai sepatu yang ukurannya sempit, pakai sepatu satu nomor di atasnya supaya ada sirkulasi udara
  3. Segera cuci kaki saat kotor
  4. Intinya kaki harus selalu kering dan terkena angin supaya tidak membuat kondisi lembab yang mana jamur bisa tumbuh lagi. Karena katanya kalau sudah pernah kena, akan rentan terinfeksi kembali
  5. Jika sudah pernah kena jamur, jangan sedikitpun kita iseng menggaruk bekas kulit yang telah sembuh dari infeksi, karena itu akan MEMICU jamur datang kembali. Saya sudah mengalaminya, so trust me please. Jangan menggaruk sama sekali.
Sekian cerita dan tips dari saya. Semoga bermanfaat bagi pembaca yang sedang mengalami hal yang sama. Infeksi jamur itu memang sungguh menyiksa, gatalnya itu loh naudzubillah deh. Saya pun struggle selama berbulan-bulan, tapi memang penanganannya telat sih, haha.

*UPDATE 1*
Beberapa bulan setelah sembuh dari jamur kaki, saya suka iseng menggaruk bekas kulit yang pernah terinfeksi. Iseng karena terkadang masih muncul rasa gatal meskipun hanya sekilas dan sedikit sekali. Tapi ya namanya iseng, mentang-mentang udah sembuh, jadi kayak merasa "sok". Dan ternyata ini sangat tidak dibenarkan. JANGAN PERNAH kalian menggaruk bekas infeksi itu, karena penyakit ini bisa kambuh seperti semula. Dan saat ini saya sedang merasakannya, gatal sekali maakk T_T. Kali ini saya memakai salep 88, dalam 3 hari sudah menunjukkan sembuh. Tapi namanya saya, iseng lah garuk-garuk nikmat, dann dalam beberapa menit langsung kambuh lagi dong T_T ya Allah, capek akutu. Padahal saya garuknya ga kenceng samsek, tapi bisa langsung memicu gatal yang hebat. Tiba-tiba muncuk bintil-bintil dan merah, jika dioles salep, airnya keluar, dan itu gatal sekali.

Saya coba dulu deh rutin pakai salep 88, semoga bisa sembuh lagi. Dan semoga saya kuat untuk tidak "iseng" menggaruknya..meskipun rasa gatalnya LUARRR BIASAAA...

*UPDATE 2*
Setelah hampir 2 minggu akhirnya saya menyerah, kulit semakin infeksi karena gatal dan digaruk. Akhirnya saya pergi lagi ke dokter kulit yang berbeda. Saat dokter melihat, katanya kulit saya sudah infeksi dan sudah mengalami eksim juga. Akhirnya belio resepkan cairan NaCl, obat salep racikan, dan obat minum. Jadi cairan NaCl dituang ke kassa, dan dikompres ke area luka dan gatal, selama 10 menit x 3, pagi dan malam sebelum tidur. Setelah dikompres, baru dioles salep racikan. Untuk salep racikan saya tidak tau komposisinya apa aja, karena tidak ada di struk. Obat minum saya diberi Cerini yang merupakan obat untuk rasa gatal (anti histamin). Katanya setelah 2 minggu pengobatan, kalau kulit masih gatal saya disuruh kembali.

Namun voila! Seperti biasanya, dalam seminggu kulit sudah halus mulus tak berbekas dan tidak gatal sama sekali. Oh kulit impian saya. But, that damn itch was never ends. Hampir sebulan kemudian, gatal-gatalnya muncul lagi, dan langsung saya oles lagi salep yang masih ada. Rutin saya oles dan hilang. Namun beberapa hari sembuh, beberepa hari gatalnya muncul lagi. Seperti ini sudah 3 kali. Wah bener-bener kampret deh. Padahal saya di rumah dan tidak beraktivitas yang membuat kaki dalam keadaan lembab. Mau balik ke dokter karena penasaran tapi lagi pandemi Covid-19, jadi musti diurungkan. Saya baca memang yang sudah pernah mengalami athlete's foot, berpeluang untuk kambuh lagi dan lagi. Gimana ya? Sedih sih. Gimana dong. Nunggu Corona selese yah, pengen ke dokter yang sama lagi. Aaminn. Sambil mencoba rutin jemur kaki jam 10 pagi, dan minum teh ketumbar yang katanya bisa melawan infeksi jamur. Bismillah.

MENGATASI TANGAN KERING & PECAH-PECAH (PENGALAMAN PRIBADI)

Sejak menikah pada tahun 2015, kulit tangan saya pelan-pelan mengalami kering dan mengelupas. Berawal dari satu jari saja, kemudian menular ke jari yang lain. Awalnya, saya pikir hanya ganti kulit biasa, tapi kok lama-lama mengelupas terus dan tangan jadi kering dan digerakkan itu nggak enak. Benar-benar kering, kulit mengalami pecah-pecah, dan ini berlangsung lama. Saya hanya memakai lotion biasa dan gak pernah kepikiran pakai handcream. Hiks.

Puncaknya di tahun 2019, keringnya semakin parah, ada dua jari kalau kena sabun itu perih banget, pas jarinya dilipat juga sakit, pokoknya super parah deh, tersiksa banget, tapi Alhamdulillah belom sampe berdarah. Akhirnya saya pergi ke dokter kulit, dan oleh dokter saya diberi krim racikan untuk pagi dan sore/malam hari. Jadi krimnya ada dua jenis.

Kalau saya lihat di bukti pembayaran sih, isi dari krim racikannya itu ada:
- Carmed 10% CR 40 GR
- Ikaderm CR 10 GR
- Mofacort Oint 10 GR
Jadi buat para pembaca silahkan kalau mau mencoba krim-krim di atas, hehe. Tapi lebih baik emang konsul ke dokter kulitnya, jadi bisa dikasih racikan yang sesuai dengan kondisi kulit kita.

Sebulan saya memakai krim racikan tsb, dan Alhamdulillah tangan saya sembuh, lembut, dan enak banget digerakkan. Kata dokter, kulit tangan yang pecah-pecah itu memang harus rajin memakai lotion/handcream terutama setelah cuci tangan. Setelah lepas dari krim dokter, tangan saya kembali lagi jadi kering dong! :( meskipun tak separah sebelumnya. Hanya kering biasa, tapi tetap saja mengganggu. Masa iya saya ke dokter kulit lagi? Mahal soalnya haha! Akhirnya saya mencoba selama sebulan berikutnya untuk hunting dan eksperimen bagaimana cara merawat kulit tangan pecah-pecah. Dan Alhamdulillah sekarang saya menemukan kombinasi yang pas, dan ini pengen saya sharing ke pembaca yang punya keluhan yang sama. Ya sudah kita mulai saja ya.

1. MENGGANTI SABUN CUCI PIRING
Ini langkah pertama yang saya lakukan, karena tangan yang kering itu salah satu penyebabnya karena sering terpapar bahan kimia yang keras dari deterjen, serta pewangi yang ada di dalamnya tidak baik untuk kulit. Kalian bisa membuat sabun homemade dari castile soap, jeruk nipis, garam, dll tapi pasti ribet yah. Dan lagi castile soap itu harganya mahal. Setelah browsing, akhirnya saya menemukan produk yang oke, namanya Banaransoap. Kalian bisa cari di Google, atau marketplace manapun (Shopee, Tokopedia, Bukalapak). Jadi sabun Banaransoap ini terbuat dari bahan-bahan alami, salah satunya adalah minyak kelapa. Dan dia tidak menggunakan pewangi sama sekali. Cara pakainya pun mudah, tinggal dicampur air dan langsung bisa dipakai, mau buat cuci piring, cuci tangan, atau cuci-cuci yang lainnya. Disini saya biasa pakai tipe yang high foam.
Memang tidak sekesat menggunakan sabun cuci konvensional, oleh karena itulah saya menyiasati dengan memakai essential oil lemon, lavender, atau tea tree. Essential oil yang wajib pakai adalah lemon, yang fungsinya untuk menghilangkan lemak pada piring dan membuat kesat cucian kita, selain itu wanginya pun enak alami. sisanya lavender dan tea tree bisa dipakai sebagai pendukung. Untuk takarannya, saya biasa memakai 10 drop lemon untul sekitar 500ml cairan sabun yang telah dicampur air. Jika kalian masih merasa grasy atau kurang kesat, bisa ditambahkan lagi tetesan lemonnya ya, pokoknya dikira-kira saja. Sisanya saya kasih 5-7 drop tea tree atau lavender, bebas gantian atau mau dicampur semua sekaligus. Karena tea tree itu bersifat anti bakteri, jadi bagus juga buat cuci piring dan tangan ya. Awalnya mungkin terasa kurang puas menggunakan sabun ini, tapi lama-lama pasti biasa kok, dan peralatan makan tetep bersih lho, sama dengan pakai sabun konvensional. Luar biasanya lagi, kita turut menjaga lingkungan dengan memakai sabun alami ini. ya khaaann.

2. MENGGANTI SABUN MANDI
Sabun mandi juga turut andil membuat kulit kita semakin kering, karena dia mengandung bahan kimia dan parfum, sama dengan sabun cuci piring biasa. Kalian bisa mengganti sabun mandi dengan sabun alami atau organik, bisa juga menggunakan sabun bayi.

3. RUTIN MEMAKAI HANDCREAM
Tangan yang kering harus selalu diolesi handcream, baik itu sehabis cuci tangan, cuci piring, sehabis mandi, harus langsung memakai handcream. Selain itu, setiap merasa tangannya kering, langsung dipakai saja handcreamnya. setiap saat lah. Oleh karena itu, kita butuh handcream alami yang komposisinya aman. Kalau saya pilih handcream yang tidak masalah ketika sehabis memakainya, terus kita buat nyamil atau iris-iris bawang, hehe. Disini saya memakai handcream merk Sensatia Botanicals. Dan ini enak banget, lembab, aman buat busui dan bumil. Kalau wanginya sih so so lah, namanya juga produk alami.

4. MEMAKAI SHEA BUTTER MENJELANG TIDUR
Semua orang juga tahu kalau shea butter itu manfaatnya segudang buat kulit, terutama kulit kering. Karena dia sifatnya berminyak banget, jadi pakainya sebelum tidur. Disini saya memakai shea butter murni yang unrefined. Karena kalau yang refined kandungan baiknya sudah dikurangi untuk menjadi putih.

5. MENGGUNAKAN HAND MASK SEMINGGU SEKALI
Nah ini nih yang efeknya paling luar biasa. Ini wajib pakai sih, karena oke banget hasilnya. Jari saya yang awalnya kering perih, setelah memakai hand mask langsung calming dan nggak perih sama sekali. Dan itu terjadi berhari-hari. Saya memakai handmask merk Bioaqua, murah meriah nggak sampe 20ribu per pcs nya.

Jadi sekian yang bisa saya sharing tentang pengalaman mengatasi tangan kering dan pecah-pecah. Sampai saat ini, tangan saya sudah enakeun, calm, nggak kering, dan nggak perih sama sekali. Tapi tetep pemakaian handcream, shea butter, dan hand mask harus rutin ya, kayak kita perawatan wajah aja deh. Hehe. Dan semoga tulisan ini bermanfaat untuk pembaca :)

*UPDATE (Juli 2020)*
Baru-baru ini saya akhirnya menemukan krim yang sangat bagus dan bisa menyembuhkan kekeringan tangan. Bisa menggantikan step-step di atas yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Memang tidak alami dan organik, jadi jangan lupa mencuci tangan dulu sebelum makan atau melakukan kegiatan memasak. Krim tsb adalah Johnson 24hour moisture. Bisa dibeli di e-commerce seperti Shopee, Tokopedia, dll. Harganya juga relatif murah, untuk ukuran 200ml harganya berkisar 70-80 ribu, dan bisa dipakai selama 1-2 bulan.


Wah ini recomended pokoknya, wanginya enak banget seperti wangi bayi, soft gitu, terus teksturnya light. Jadi setelah dioleskan ke tangan dia cepet meresap, dan auto lembab. Pemakaiannya bebas, saya selain di tangan juga ke seluruh lengan dan kaki, seperti pakai handbody, hahaha. Jangan lupa dipakai setiap habis mandi dan cuci tangan. Karena tangan selalu kering kalau habis berinteraksi dengan sabun. Terutama di era pandemi Covid-19 sekarang ya, yang harus sering cuci tangan atau pakai HS, wah dijamin kering kerontang tangannya. Alhamdulillah tangan saya sekarang sudah sembuh dan sudah seperti tangan orang normal umumnya. Hahaha. 

TENTANG SAYA


HOLA!

Perkenalkan nama saya Laura. Seorang ibu dengan 1 anak, dan bekerja sebagai ASN. Di luar pekerjaan, saya suka menulis dan berbagi cerita di blog. Apapun pengalaman hidup yang saya alami, jika itu menarik dan bermanfaat untuk diceritakan, Inshaa Allah akan saya bagi melalui blog ini. 

Pertanyaan seputar konten di blog bisa langsung email saya ke : 
tinta.lautan@gmail.com 

atau bisa juga ke
ID Line : @laura.hulabala

Terima kasih! 

Membuka Rekening Tabungan Berjangka (Tapenas) di BNI Syariah

Di postingan kali ini saya kepengen share pengalaman saya membuka rekening tabungan berjangka di bank BNI Syariah. Nama tabungannya adalah BNI Tapenas iB Hasanah. Tapenas sendiri adalah kependekan dari Tabungan Perencanaan Masa Depan, dan iB adalah kependekan dari Islamic Banking, yang mana merupakan identitas bersama industri perbankan syariah di Indonesia. (disadur dari https://www.syariahbank.com/sedikit-mengenal-ib-dan-arti-logo/).

Loh kok jadi bahas kepanjangan dan kependekan? Hehe

Ya, lanjut. Jadi karena saya sudah memiliki anak dan sangat concern untuk mulai menabung demi masa depannya, jadilah saya berencana untuk membuka tapenas ini. Soalnya kalau nabung manual, sebenarnya bisa aja sih, tapi takut godaan online shop yang kian hari kian mengerikan! Haha. Nggak pakai pikir panjang, akhirnya saya berangkat ke kantor cabang BNI Syariah yang ada di dekat kantor.

Berhubung anak saya sekarang sudah hampir berumur 2 tahun, jadi saya berencana untuk membuka tabungan ini dengan jangka waktu 2 tahun, sehingga bisa dipakai saat si anak masuk TK (rencananya begitu). Mengapa BNI Syariah? Karena lebih lega aja kalo nabung di bank syariah, dan sebelumnya saya juga sudah punya rekening tabungan BNI Syariah, jadi sekalian saja, karena salah satu syarat membuka Tapenas ini adalah harus sudah mempunyai rekening afiliasi, alias ya BNI Syariah.

Oke, prosedur membuka Tapenas ini mudah saja. Kita tinggal datang ke kantor cabang terdekat, dan menuju ke Customer Service nya, mengutarakan niat untuk membuka Tapenas. 
Syarat-syaratnya adalah:  
1. Berusia minimal 17 tahun
2. Membawa KTP  
3. Membawa NPWP
4. Membawa ATM dan Buku Tabungan BNI Syariah (saya ga bawa buku tabungan, tapi masih bisa dilayani)
5. Membawa uang setoran awal minimal Rp100.000
 
Setelah itu teteh CS akan menjelaskan mengenai Tapenas, dan kita diminta untuk mengisi beberapa formulir. Disini saya meminta untuk tabungan dalam jangka waktu 2 tahun, dengan setoran setiap bulan sebesar Rp100.000. FYI, jangka waktu yang bisa kita ambil adalah antara 1-18 tahun, dengan nominal 100.000-5.000.000 setiap bulanya. Sistemnya adalah auto-debet dari rekening afiliasi kita, dalam hal ini rekening BNI Syariah. Selain itu, kita juga bisa menyetor uang berapapun di luar kesepakatan setiap bulan. Jadi, kalau misal kita punya rezeki lebih dan kepengen ditabung ke Tapenas, ya bisa aja, tinggal setor atau transfer ke rekening Tapenas kita. Tapi inget yah, duitnya gak bisa ditarik selama kesepakatan jangka waktu. Sebenarnya bisa sih kalau kita mau narik, asalkan udah lebih dari 1 tahun. Untuk info lebih lengkapnya bisa baca di website BNI Syariah ya, atau langsung aja datang ke kantornya. 
 

Setelah mengisi formulir dan mengikuti proses pembukaan rekening, kita diharuskan membayar setoran awal plus materai 6000, jadi totalnya Rp106.000 yah guys siapin uangnya. Setelah itu kita akan diberikan buku tabungan Tapenas nya, dan selesai deh. Uang tabungan akan ditransfer ke rekening afiliasi 2 tahun kemudian sebulan setelah jatuh tempo. Dalam kasus saya, karena saya buka rekening bulan Januari 2019, maka uang akan ditransfer ke rekening afiliasi pada bulan Februari 2021. Begitu.. Gampang kan? Ayo galakkan menabung ya guys, apalagi yang udah punya anak, harus pinter-pinter mengatur keuangan buat masa depan anak kita.

PERJALANAN INVESTASI : DARI TABUNGAN BERJANGKA HINGGA SAHAM

Waw baca judulnya kayak iye banget ya? Hahaha. Tulisan ini hanya menceritakan pengalaman, bukan rekomendasi. Keputusan investasi semua berad...

Post Signature

Post Signature